Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
PENGEBOMAN Israel di Jalur Gaza yang berlangsung tanpa henti selama seminggu telah menghancurkan saluran listrik, pipa air di bawah jalan, dan meninggalkan kotoran manusia yang meluap dari tanah.
Dengan 188 warga Palestina telah terbunuh, dan keluarga yang terperangkap di bawah reruntuhan, kekhawatiran meningkat akan krisis kemanusiaan yang semakin dalam di daerah kantong, di mana 2 juta warga hidup di bawah blokade Israel-Mesir selama 14 tahun.
Baca juga: Sikapi Aneksasi Israel, Paus: Semua Manusia Diciptakan Setara
Enam dari 10 jalur listrik Gaza padam dan pasokan telah lebih dari setengahnya, menurut juru bicara Perusahaan Distribusi Listrik Gaza Mohammed Thabet.
“Ada beberapa daerah perbatasan yang sama sekali putus aliran listriknya,” katanya.
Kru perbaikan tidak dapat memperbaiki jalur karena serangan lanjutan.
Sepanjang serangan bom yang intens, Israel telah memblokir akses ke wilayah itu, termasuk untuk pekerja bantuan, dan mencegah masuknya bahan bakar, menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).
“Persediaan pakan ternak penting yang ada di truk ditahan di sisi perbatasan Israel menunggu untuk masuk,” kata OCHA.
Badan tersebut menambahkan bahwa stok di Gaza akan habis pada hari Minggu. Kementerian Pertanian Palestina telah memperingatkan bahwa tanpa pengiriman, peternakan akan kehabisan. Pada gilirannya, lajur sumber protein utama akan terpengaruh. Israel juga telah mencegah nelayan berlayar di lepas pantai Gaza dan telah mengebom peternakan,” ungkap OCHA.
Pabrik desalinasi air laut tidak berfungsi, menyebabkan 250.000 orang tanpa pasokan air minum yang layak. Di kota utara Beit Lahia, kotoran dan limbah padat menumpuk di jalan-jalan.
Mahmoud Awad, 47, seorang penduduk di Beit Lahia, mengatakan keluarganya telah hidup selama hampir tiga hari tanpa listrik sama sekali.
“Rumah-rumah di dekat rumah kami dibom, dan listrik padam setelah pemboman karena kabel-kabelnya putus, ” kata Awad.
Awad menuturkan bahwa biasanya dia menggunakan genset eksternal, tapi jalur-jalur itu juga rusak.
Pemerintah kota di Kota Gaza mengatakan pasukan Israel telah mencapai persimpangan utama di kota, memperburuk situasi kemanusiaan dan mempersulit ambulans dan kru darurat untuk bergerak. Dengan pipa pecah, sulit untuk memindahkan truk air.
Hamas, kelompok Islam yang menguasai jalur itu, telah menempatkan militannya dan menembakkan roket dari wilayah sipil. Dalam pertempuran terakhir, Israel mengatakan ratusan roket yang ditembakkan militan gagal, dan telah berbagi rekaman udara dari misfire.
Seorang pejabat Administrasi Sipil Israel, badan yang bertugas menjalankan pendudukan, mengatakan militan Hamas telah "menembak" kabel listrik di jalur itu dan mengatakan 230.000 penduduk terputus dari listrik.
Koordinator kemanusiaan PBB Lynn Hastings mengimbau otoritas Israel dan kelompok bersenjata Palestina untuk segera mengizinkan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan mitra kemanusiaannya untuk membawa bahan bakar, makanan, dan persediaan medis.
Pada hari Minggu ada laporan yang belum dikonfirmasi bahwa Mesir, yang mengontrol perbatasan selatan dengan Gaza, telah membuka perbatasannya.
Menurut badan PBB yang bertanggung jawab atas pengungsi Palestina, UNRWA, lebih dari 17.000 orang telah meninggalkan rumah mereka dan berlindung di sekitar 40 sekolah. Badan tersebut memperingatkan tentang ancaman sekunder selama pandemi covid, dengan mengatakan mereka harus mempertimbangkan bagaimana meminimalkan risiko orang berkerumun di ruang yang sangat terbatas dan menyebarkan virus.
Gisha, sebuah kelompok hak asasi Israel, mengatakan penurunan pasokan listrik telah mempengaruhi produksi oksigen yang dibutuhkan untuk alat bantu pernapasan. Israel, yang telah memvaksinasi sebagian besar warganya, mengatakan tidak bertanggung jawab memberikan suntikan kepada semua warga Palestina di wilayah pendudukan, termasuk Tepi Barat dan Gaza.
Oxfam, yang memasok air dan sanitasi di Gaza, mengatakan pertikaian minggu ini akan mendorong pelanggaran hak asasi manusia lebih lanjut, kemiskinan dan penderitaan, terutama untuk generasi anak-anak dan pemuda Palestina yang hilang.
Baca juga: 80% Warga Jepang Tolak Digelarnya Olimpiade Tokyo Tahun Ini
Penasihat kebijakan amal di Gaza, Laila Barhoum mengatakan, “Hari demi hari kami menyaksikan bom jatuh di rumah tempat teman dan keluarga kami tinggal dan bangunan tempat rekan kerja kami bekerja, bertanya-tanya apakah kami akan menjadi yang berikutnya. Dan hari demi hari kami menunggu dengan sia-sia kecaman tegas dari komunitas internasional yang tidak pernah datang."
"Ketika gencatan senjata akhirnya diumumkan, kami akan sekali lagi menggali dari puing-puing dan mulai membangun kembali, hanya untuk menunggu siklus pemboman lain untuk menghancurkan apa yang telah kami lakukan,” tandasnya. (The Guardian/OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved