RAKYAT Venezuela pada Minggu (6/12) memberikan suara dalam pemilihan legislatif yang akan memperketat cengkeraman Presiden Nicolas Maduro terhadap kekuasaan dan semakin melemahkan saingannya yang didukung Amerika Serikat, Juan Guaido.
Dikutip dari AFP, setelah pemungutan suara di barak militer utama Caracas, Maduro mengatakan kepada wartawan bahwa sudah waktunya untuk mengakhiri dominasi oposisi terhadap Majelis Nasional.
Namun, jumlah pemilih sepanjang hari rendah, dengan banyak TPS kosong atau hanya sedikit orang yang mengantre. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengecam pemilihan tersebut sebagai kecurangan dan tipuan yang direkayasa oleh Maduro.
AS, yang merupakan sekutu utama Guaido, memimpin tekanan untuk menggulingkan Maduro dengan sanksi ekonomi, termasuk embargo minyak yang berlaku sejak April 2019.
“Hasil yang diumumkan oleh rezim Maduro yang tidak sah tidak akan mencerminkan keinginan rakyat Venezuela,” kicau Pompeo di akun Twitternya.
Pemilu, yang diperebutkan oleh sekitar 14.000 kandidat dari lebih 100 partai, terjadi di saat negara tengah dalam krisis politik dan ekonomi yang dalam. Sejak November 2019, inflasi mencapai 4.000%.
Venezuela terpukul parah oleh pandemi covid-19. Saat pemungutan suara berlangsung, para pemilih diharuskan memakai masker di dalam TPS, dengan lantai diberi tanda untuk memastikan jarak tetap terjaga.
“Mereka yang abstain salah karena bagaimana Anda bisa membiarkan orang lain memutuskan untuk Anda? Anda harus keluar dan memilih!” kata Fany Molina, 70, saat dia memilih di sebuah sekolah di pusat ibu kota.
Guaido, 37, meminta para pemilih untuk tetap di rumah dengan alasan bahwa kondisi yang bebas dan adil untuk mengadakan pemilu tidak ada.
Dikutip dari The Guardian, sebagian besar oposisi Venezuela yang terkepung memboikot perebutan kursi di majelis nasional dengan 277 kursi. Mereka menyebutnya tipuan yang dirancang untuk memberi rezim otoriter Maduro suasana legitimasi yang demokratis.
“Kediktatoran tidak bermaksud mengadakan pemilu, tapi bermaksud memusnahkan harapan suatu bangsa,” kata pemimpin oposisi Guaido menjelang pemungutan suara yang ia kecam sebagai penipuan.
Kehilangan kendali atas parlemen akan memberikan pukulan lebih lanjut terhadap Guaido. Pada Januari 2019, ia menyatakan dirinya sebagai presiden sementara Venezuela yang sah.
Sebuah koalisi yang terdiri lebih dari 50 pemerintah, termasuk AS, Inggris, Jerman, dan Brasil, mengakui klaim itu atas dasar bahwa Guaido adalah ketua Majelis Nasional dan pemilihan kembali Maduro pada 2018 tidak sah. (Nur/AFP/The Guardian/I-1)