Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PARTAI oposisi terbesar di Thailand menyerukan agar Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha mengundurkan diri. Itu terjadi saat parlemen membuka sesi khusus bersama mantan pemimpin militer itu untuk membahas protes.
Prayut memanggil sesi parlemen minggu ini setelah pemberlakuan tindakan darurat 15 Oktober untuk mengakhiri demonstrasi, termasuk larang an pertemuan. Tindakan darurat itu justru hanya mengobarkan kemarahan dan membawa puluhan ribu orang turun ke jalan-jalan di Bangkok.
“Saya yakin hari ini, terlepas dari perbedaan pandangan politik kita, semua orang masih mencintai negara ini,” kata Prayut dalam
pidato pembukaannya.
Dia juga menyatakan unjuk rasa harus dikontrol. “Warga memang bebas berunjuk rasa sesuai konstitusi, tapi pemerintah harus mengontrol unjuk rasa yang ilegal. Kami tidak ingin melihat bentrokan atau huruhara terjadi di Thailand,” ujarnya.
Namun, para penentang skeptis bahwa sesi parlemen akan menyelesaikan krisis tersebut. “Perdana menteri adalah penghalang dan beban utama bagi negara. Mohon mundur dan semuanya akan berakhir dengan baik,” kata Sompong Amornvivat, pemimpin partai oposisi Pheu Thai, partai tunggal terbesar di parlemen.
Masalah pemilu
Prayut mengambil alih kekuasaan pada 2014, menggulingkan mantan perdana menteri Yingluck Shinawatra, saudara perempuan dari
Thaksin Shinawatra, yang konfl iknya dengan pemerintah menimbulkan gejolak selama lebih dari satu dekade.
Para pengunjuk rasa menuduh Prayut merekayasa pemilu tahun lalu untuk menjaga cengkeraman militer pada kekuasaan. Demonstrasi
yang dipimpin mahasiswa, yang awalnya menuntut pengunduran diri Prayut dan meminta adanya konstitusi baru, kini semakin beralih ke soal monarki. Mereka menyerukan reformasi untuk mengekang kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn. (AFP/Van/X-11)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved