Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Beijing Harus Ubah Taktik di Laut China Selatan

Faustinus Nua
16/7/2020 09:32
Beijing Harus Ubah Taktik di Laut China Selatan
Kapal-kapal Angkatan Laut Tiongkok berpatroli di Laut China Selatan.(AFP/STR)

BEIJING perlu menilai kembali strategi mereka di Laut China Selatan lantaran hubungannya dengan Washington kian memburuk dan wilayah perairan yang disengketakan itu kemungkinan menjadi titik temu konflik secara langsung.

Dikutip South China Morning Post, peneliti National Institute for South China, Chen Xiangmiao, mengatakan Tiongkok harus mencari skenario yang berbeda untuk memperjuangkan kawasan tersebut.

Mengendalikan ketegangan dengan negara-negara tetangga yang juga mengklaim perairan itu merupakan tugas utama Beijing.

Baca juga: Beijing Panggil Dubes AS Terkait Masalah Hong Kong

"Jika ada bentrokan maritim dengan Vietnam, Malaysia, atau Filipina, AS akan memiliki alasan untuk turun tangan dan itu dapat memicu konflik militer langsung antara Tiongkok dan AS," kata Chen.

"(Tapi), selama saingan dapat menahan diri dan tidak memihak ke Tiongkok atau AS, saya pikir risiko konflik dapat tetap terkendali," sambungnya.

Penilaian Chen tersebut diungkapkan karena saat ini Washington telah memperkuat sikapnya terhadap Laut China Selatan. Hal itu meningkatkan kekhawatiran terkait kemungkinan konflik militer antara Beijing dan Washington, yang sudah berselisih mengenai berbagai masalah mulai dari perdagangan hingga hak asasi manusia dan Hong Kong.

"Kami dulu mengatakan bahwa masalah Laut China Selatan dapat mempengaruhi hubungan Sino-AS secara keseluruhan. Tetapi sekarang masalah Laut China Selatan telah menjadi (bagian dari) strategi komprehensif Washington untuk mengendalikan Tiongkok," imbuh Chen.

Menurutnya, Tiongkok perlu meninjau hubungan antara masalah Laut China Selatan dan hubungan keduanya secara keseluruhan. Bila hubungan keduanya terus memburuk, masalah Laut China Selatan bisa menjadi titik kritis yang mengarah pada bentrokan militer.

Dia mengatakan Beijing perlu mengambil pendekatan terhadap AS. Termasuk meredakan militernya di jalur air strategis itu dan menekan mitra regional dan sekutunya untuk mengambil sikap.

Dalam satu skenario, Chen mengungkapkan AS dapat mengirim penjaga pantai untuk mengamati potensi ancaman di operasi zona abu-abu, begitu pula Tiongkok. Sikap AS di wilayah itu, akan selalu memancing tindakan balasan dari Tiongkok.

"(Tindakan Tiongkok) akan tergantung pada ancaman yang dirasakan dari AS. Jika AS atau negara saingan, seperti Vietnam, membuat langkah sepihak, saya tidak akan mengesampingkan segala kemungkinan," ujarnya

Zhang Mingliang, seorang pakar urusan Asia Tenggara dari Universitas Jinan di Guangzhou, mengatakan Beijing perlu meningkatkan hubungan dengan tetangganya. Hal itu bisa termasuk menyediakan layanan publik.

"Kapasitas Tiongkok untuk menyediakan layanan publik ke wilayah tersebut telah meningkat secara signifikan karena pembangunan infrastrukturnya yang cepat di Laut China Selatan," kata Zhang.

"Tiongkok mungkin perlu melakukan sesuatu sekarang, misalnya, fasilitas terbuka yang melayani kepentingan bersama di wilayah tersebut. Itu bisa membantu meredakan kecurigaan, terutama ketika bukti teoritis Tiongkok di Laut China Selatan tidak benar-benar meyakinkan siapa pun," tambahnya.

Tiongkok tengah bernegosiasi dengan Filipina dalam sengketa wilayah mereka. Mereka juga mendorong Malaysia untuk membentuk mekanisme konsultasi bilateral yang terpisah untuk mereka.

Vietnam, salah satu negara yanh paling vokal terhadap perilaku tegas Beijing di Laut China Selatan, bisa membuat langkah serupa ke Filipina, yang membawa kasusnya ke pengadilan internasional di Den Haag pada 2016. Pengadilan memutuskan mendukung Filipina, menyebut klaim Tiongkoka ilegal, tetapi Beijing menolak keputusan itu.

Chen mengatakan Beijing mungkin perlu meningkatkan upaya negosiasi bilateral. Sehingga dapat dipastikan tidak ada kesalahan perhitungan yang akan meningkatkan ketegangan. Terutama karena persaingan antara kedia negara semakin memburuk".

Tiongkok perlu mendorong kode etik dengan 10 anggota Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Mengingat hal itu dapat membantu mengelola perselisihan tanpa intervensi AS dan negara-negara lain.

Beijing ingin negosiasi selesai pada 2021, tetapi pembicaraan telah ditunda karena pandemi covid-19. Pengamat mengatakan pernyataan Pompeo dapat mendorong anggota ASEAN untuk menyimpulkan pembicaraan tentang kode secepat mungkin.

"Langkah terbaru AS dapat berarti setidaknya beberapa pihak ASEAN merasa lebih berani mendorong agenda masing-masing di Laut China Selatan. Untuk negara-negara anggota ASEAN, ketakutan akan meningkatnya persaingan Tiongkok-AS dan meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan berarti harus menekankan urgensi untuk mengumumkan kode ini," tutupnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya