Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Indonesia-Belanda Bisa Bekerja Sama Erat Atasi Banjir

Hym/I-1
18/2/2020 01:00
Indonesia-Belanda Bisa Bekerja Sama Erat Atasi Banjir
Jeroen Kramer, juru bicara Kering Huis dan pengelola penghalang gelombang badai Maeslantkering, memberikan penjelasan kepada wartawan.(MI/HAUFAN HASYIM SALENGKE)

BELANDA merupakan negara yang secara geografis memiliki daratan yang lebih rendah dari permukaan laut. Sekitar 20% wilayah daratan Belanda berada di bawah permukaan laut, sedangkan 50% daratannya hanya berada 1 meter di atas ketinggian permukaan laut.

Jeroen Kramer selaku juru bicara Kering Huis, pengelola penghalang gelombang badai Maeslantkering di Nieuwe Waterweg, Provinsi South Holland, mengatakan banjir merupakan masalah yang banyak dihadapi di seluruh dunia.

“Begitu juga dengan upaya yang dilakukan di Jakarta. Jadi, saya pikir kita memiliki banyak kesamaan masalah sehingga perlu bekerja erat untuk bersama-sama melindungi setiap orang di masa depan,” ujar Kramer kepada delapan wartawan Indonesia, termasuk Media Indonesia, di kantornya, Minggu (16/2) sore.

Bencana banjir besar atau dikenal sebagai Banjir Laut Utara pada 1953 datang sebagai kejutan besar bagi Belanda. Dari kejadian  itu, hampir 2.000 jiwa meninggal akibat tenggelam.

Pemerintah saat itu bertekad kejadian serupa tidak akan pernah terulang. Keteguhan itu berhasil membuat Belanda sebagai pionir atau kiblat dunia dalam pembangunan infrastruktur raksasa pengelola banjir.

“Saya ingin mengatakan kenapa kami sangat baik dalam masalah ini karena air ialah ‘DNA’ kami, dan kami belajar dari kesalahan,” tegasnya.

Maeslantkering merupakan elemen terakhir dari Delta Works, yakni serangkaian proyek konstruksi di barat daya Belanda untuk melindungi area tanah yang luas dari ancaman laut.

Karya-karya tersebut terdiri atas bendung­an, pintu air, tanggul, dan penghalang gelombang badai.

Sejak resmi dioperasikan, Maeslantkering baru dua kali ditutup, yaitu saat badai dahsyat 9 November 2007 dan 3 Januari 2018.

Setiap tahun Meslantkering dilakukan uji coba penutupan pintu, yaitu pada September, bertepatan dengan musim badai dan untuk keperluan perawatan.

Perawatannya menelan biaya Rp296 miliar per tahun. “Kalau keseluruhan, semua barier yang ada memakan biaya perawatan sekitar 280 juta euro,” tandasnya. (Hym/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik