Telepon yang Menegangkan Bagi Pemenang Nobel

Basuki Eka Purnama
08/10/2019 07:48
Telepon yang Menegangkan Bagi Pemenang Nobel
Salah satu peraih hadiah Nobel Kedokteran 2019 Gregg Semenza(AFP/John Strohsacker/Getty Images)

KETIKA telepon milik ilmuwan Amerika Serikat (AS) William Kaelin berbunyi pada pukul 05.00 wakti setempat, dia tidak yakin apakah dirinya bermimpi. Memenangkan Hadiah Nobel Kedokteran memang telah lama diimpikannya namun dia tidak pernah menyangka hal itu terjadi saat ini.

Ketika dia melihat identifikasi penelepon berasal dari Eropa, "Jantung saya langsung berdebar-debar," aku pria berusia 61 tahun itu.

Kaelin yang memimpin sebuah laboratorium di Institut Kanker Dana-Faber di Boston dan merupakan dosen di Harvard Medical School diganjar Nobel Kedokteran bersama rekan senegaranya Gregg Semenza dan ilmuwan Inggris Peter Ratchliffe untuk penelian mereka mengenai bagaimana sel merasakan dan beradaptasi terhadap perubahan kadar oksigen.

Penelitian yang mereka lakukan pada 1990-an dan awal 2000 memicu strategi baru melawan berbagai penyakit mulai dari kanker hingga anemia.

Kaelin mengaku dirinya akan berbohong jika tidak pernah memimpikan memenangkan penghargaan Nobel. "Namun, Anda tidak boleh membiarkan mimpi itu mengganggu kehidupan sehari-hari Anda."

Karenanya, dia tidur di waktu normal pada Minggu (6/10) malam, tidak terlalu berharap, sama seperti di awal pekan penghargaan Nobel sebelum-sebelumnya.

Baca juga: Tiga Peneliti Menangi Penghargaan Nobel Kedokteran

Adapun Semenza bahkan tidak mengangkat telepon dari akademi Swedia yang bertanggung jawab dengan Nobel. Dia baru mengangkat telepon itu saat dihubungi untuk kedua kalinya.

"Saya masih terkejut," ujar ilmuwan yang mengaku kemudian merayakan penghargaan itu dengan membuka sebotol sampanye.

Penelitian ketiga ilmuwan itu berkisar pada bagaiman tubuh menanggapi oksigen.

Sebelumnya, ilmuwan telah mengetahui berada di ketinggian tinggi akan memicu tubuh memproduksi hormon erythropoietin (EPO) yang akan memicu peningkatan produksi sel darah merah untuk mengompensasi tingkat oksigen yang rendah.

Sememza dan Ratcliffe mempelajari bagimana gen bekerja di level sel dengan Semenza menerbitkan jurnal mengenai hal itu pada 1995.

Adapun Kaelin mempelajari masalah itu dari sudut pandang berbeda dengan meneliti penyakit von Hippel-Lindau (Penyakit VHL).

Mereka yang mengidap penyakit turunan langka itu akan memiliki tumor yang akan memproduksi secara berlebihan sinyal bahaya terkait hipoksia.

Ketiga ilmuwan itu tidak pernah bekerja sama secara langsung. Namun, mereka saling membaca penelitian satu sama lain dan kerap berbagi ide saat bertemu dalam sejumlah konferensi. (AFP/OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya