Kemunduran Politik Xi Jinping di Hong Kong

Tesa Oktiana Surbakti
18/6/2019 06:15
Kemunduran Politik Xi Jinping di Hong Kong
Seorang pengunjuk rasa membentangkan poster saat jutaan demonstran turun ke jalan di pusat Kota Hong Kong, kemarin.(ISAAC LAWRENCE / AFP)

PRESIDEN Tiongkok, Xi Jinping, mengalami kemunduran dalam kekuasa­annya yang ditandai dengan ditundanya rancangan undang-undang ekstradisi di Hong Kong, menyusul aksi protes besar-besaran. Namun, kalangan analis berpendapat, Beijing masih dapat membalas dengan memperketat cengkeramannya terhadap wilayah semiotonom tersebut.

Setelah mengonsolidasikan kekuatan dan memperketat ke­kuasa­annya kepada masyarakat sipil di Tiongkok sejak 2012, Xi tampaknya tidak terbiasa dengan tantangan seperti itu.

Xi mengukuhkan statusnya sebagai pemimpin Tiongkok paling kuat sejak Mao Zedong. Tepatnya, ketika parlemen Tiongkok menghapus masa jabatan presiden mulai tahun lalu.

“Ini merupakan penolakan besar-besaran terhadap ide bahwa Hong Kong pada akhirnya akan dikuasai penuh oleh Tiongkok. Partai di bawah Xi menjadi lebih khawatir. Itu tentu bukan hanya penolakan terhadap Xi, melainkan juga terhadap partai secara keseluruhan,” tutur penerbit Sinocism China Newsletter, Bill Bishop.

Sebelumnya, ratusan ribu peng­unjuk rasa sejak pekan lalu telah memenuhi sejumlah ruas jalan utama di Hong Kong.

Mereka menyerukan pengunduran diri Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, yang dianggap pro-Tiongkok. Padahal, Lam telah menangguhkan rancangan undang-undang ekstradisi yang memungkinkan warga Hong Kong dibawa ke Tiongkok.

Walaupun Lam menawarkan konsesi langka itu, dia berhenti berkomitmen secara permanen untuk membatalkan regulasi kontroversial.

Sikap Lam itu dengan cepat menuai protes para demonstran. Mereka mendesak pengunduran diri Lam serta membatalkan RUU tersebut.

“Ini merupakan kekalahan bagi Xi Jinping. Banyak pihak tidak percaya Carrie Lam akan bertindak atas kemauannya sendiri. Dengan memulai sesuatu yang bahkan tidak diatur dalam Undang-Undang Dasar,” pungkas profesor bidang ilmu politik di Universitas Notre Dame, Victoria Hui.

“Penangguhan RUU ekstradisi menunjukkan para pemimpin Tiongkok merasa khawatir terhadap dampak potensial dari gerakan protes di Hong Kong terhadap kekuasaan mereka,” tambah profesor dari Hong Kong Baptist University, Jean-Pierre Cabestan.

Dukungan Tiongkok

Di sisi lain, Tiongkok kembali menekankan dukungannya terhadap Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam.

Lam resmi menjabat sebagai Kepala Eksekutif Hong Kong pada maret 2017 dengan dukungan komite yang dipenuhi loyalis Beijing. Sebelumnya, Tiongkok mendukung keputusan Lam untuk menunda RUU tersebut. Mereka menilai langkah itu bertujuan menampung berbagai pandangan dan memulihkan ketenangan.

“Pemerintah pusat akan terus mendukung kepala eksekutif dan berbagai upaya pemerintah dae­rah administratif khusus untuk meme­rintah sesuai ketentuan hukum,” tutur juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Lu Kang, dalam pengarahan rutinnya.

“Protes yang terjadi tidak sejalan dengan pendapat umum di Hong Kong. Banyak fakta menunjukkan pemerintah asing dan beberapa politikus membuat pernyataan yang menghasut sejak keputusan pemerintah Hong Kong untuk membentuk rancangan aturan eks­tradisi,” pungkas Lu. (AFP/X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya