Polemik Brexit Semakin Memanas

Tesa Oktiana Surbakti
12/3/2019 19:48
Polemik Brexit Semakin Memanas
(AFP)

SEBUAH momentum kesungguhan terjadi ketika parlemen Inggris memberikan suara terhadap rencana keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). Satu hari setelah Perdana Menteri (PM) Inggris, Theresa May, menyatakan dapat mengubah kesepakatan Brexit dengan Uni Eropa dalam menit-menit terakhir.

Pada Senin malam, May berkumpul bersama para pemimpin Uni Eropa di Strasbourg, terkait upaya menyelamtkan visi Brexit yang diusung kepemimpinan May. Kedua belah pihak mengumumkan perubahan yang mengikat secara hukum pada perjanjian lama, guna mengatasi kebutuhan Inggris dan restu dari parlemen.

Baca juga: Boeing 737 MAX 8 Dilarang Beroperasi di Australia

"Sudah saatnya untuk bersatu, mendukung kesepakatan Brexit yang dikembangkan. Dan bagaimana memenuhi keinginan rakyat Inggris," kata May.

Tiga bagian paket perubahan secara efektif bertujuan menyelesaikan masalah penting bagi anggota palemen Inggris. Khususnya terkait rencana backstop yang tetap membuka perbatasan antara Irlandia anggota Uni Eropa dan Irlandia Utara bagian Inggris. Namun oposisi utama Partai Buruh menyatakan akan menentang kesepakatan Brexit dan menilai kepemimpinan May gagal.

"Kesepakatan malam ini dengan Komisi Uni Eropa tidak mengandung substansi yang mendekati perubahan, seperti dijanjikan May kepada parlemen," pungkas Pemimpin Partai Buruh, Jeremy Corbyn.

Kekacauan politik semakin meningkat di tengah kepanikan yang menghantui Inggris. Pasalnya, hubungan Inggris dengan Uni Eropa selama 46 tahun akan berakhir dalam 17 hari terakhir. Sejauh ini, Inggris diketahui belum memiliki peta jalan setelah bercerai dari Uni Eropa.

Pangkal persoalan utama dimulai ketika kesepakatan May dengan 27 negara anggota Uni Eropa, mengalami kekalahan bersejarah dalam parlemen Inggris pada Januari lalu. May berupaya menunda perselisihan kedua dengan harapan dapat merebut konsesi dari Belgia, yang menentramkan anggota parlemen dan menyelamtakan pemerintahannya yang kacau.

"Kesepakatan ini atau Brexit, mungkin tidak akan terjadi sama sekali. Tidak akan ada kesempatan ketiga," pungkas Presiden Komisi Uni Eropa, Jean-Claude Juncker, seusai pertemuan.

Kelompok garis keras Brexit dari Partai Konservatif dan Partai Uni Demokrat Irlandia Utara (DUP), menyatakan segera meneliti dokumen yang telah disepakati. Proses pemungutan suara diperkirakan berlangsung pada 19.00 GMT. Kekalahan lain berpotensi membuka peluang untuk pemungutan suara tambahan parlemen pekan ini, yang dapat menunda pelaksanaan Brexit.

Baca juga: PM Malaysia Tegaskan Pembebasan Siti Aisyah Sesuai Aturan Hukum

Juncker mengatakan penundaan di luar pemilihan Parlemen Uni Eropa pada akhir Mei, berarti Inggris harus mengadakan jajak pendapat kembali. Masalah yang memecah belah suara politisi berkaitan dengan persoalan yang diperdebatkan warga Inggris, selama berada di zona Uni Eropa.

Sekitar setengah dari warga Inggris memandang bekas kekaisaran global dapat mengembalikan kejayaan masa lalu, dengan melakukan transaksi dagang sendiri dan membatasi jumlah imigran Uni Eropa. Setengah suara lainnya berpendapat mereka bagian dari Uni Eropa, yang terbuka terhadap imigran. Mereka juga memperingatkan konsekuensi mengerikan ketika memutuskan hubungan dengan mitra dagang terbesar Inggris. (AFP/OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya