Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
MENARA pohon Natal berwarna hijau metalik menjulang di jantung Kota Homs. Ia seolah menjadi simbol kembalinya keceriaan Natal yang sirna selama beberapa tahun terakhir bagi warga kota ketiga terbesar di Suriah tersebut.
Para warga dari berbagai usia tampak sibuk memberi sentuhan terakhir pada dekorasi menara pohon yang didirikan di Hamidiyeh, kawasan Kota Tua Homs yang hancur akibat pertempuran antara rezim berkuasa dan kaum pemberontak pada era 2011-2014. Lampu-lampu pada pohon Natal artifisial tersebut dinyalakan serentak Kamis (21/12) malam waktu setempat.
“Pada 2014, ketika kami baru kembali ke sini, pohon Natal kami terbuat dari puing-puing,” kenang Roula Barjour, Direktur Eksekutif LSM Bayti, yang berarti ‘Rumahku’ dalam bahasa Arab.
“Tapi tahun ini, dengan kembalinya para warga, dan kehidupan kami, orang-orang merasakan kegembiraan lagi,” imbuhnya sembari wira-wiri membagi tugas kepada para sukarelawan muda yang hadir.
Tidak semuanya orang muda. Abdo al-Yussefi justru tampak menonjol. Meski telah berusia kepala enam, ia pun tidak ‘kalah’ sibuk bekerja. “Pohon Natal dulu hanya untuk anak-anak, tapi sekarang untuk semua, muda dan tua. Pohon itu mengumpulkan kita di sekelilingnya,” cetusnya.
Karut-marut bekas pertempuran yang pernah melanda Homs memang masih terlihat. Puing bangunan, onggokan dinding, dan tumpukan karung pasir dapat ditemukan di berbagai sudut Kota Tua.
Kala konflik Suriah pecah pada 2011, demonstrasi massal mengguncang Homs, yang dijuluki para aktivis sebagai ‘Ibu Kota Revolusi’. Namun, setelah pengepungan dan pengeboman oleh pemerintah yang diikuti sejumlah perjanjian, Homs kini sepenuhnya di tangan pemerintah.
Yussefi menatap para sukarelawan di sekelilingnya. Semua orang berwajah riang bak bocah. Ia lantas meminta seseorang untuk memotretnya di samping pohon Natal untuk ia kirimkan kepada anak-anaknya yang mengungsi ke Jerman. “Saya ingin mereka pulang karena kebahagiaan telah kembali ke Homs,” ujarnya.
Sebelum perang, Kota Tua Homs memang memiliki populasi Kristen yang signifikan dan bahkan merupakan rumah bagi beberapa gereja kuno, termasuk St Mary Church of the Holy Belt. Banyak di antaranya yang rusak terdampak pertempuran, tapi sekarang gereja-gereja itu sudah dipulihkan.
“Perayaan kita tahun ini terasa seperti sebelum perang,” ucap pengurus Gereja St Mary Church, Imad Khoury, di antara sayup-sayup lagu syahdu yang tengah dilatih paduan suara gereja tersebut.
Musik juga mengalun di restoran terkenal Julia Palaces, beberapa blok dari gereja. Setelah renovasi selama setahun, restoran itu kini siap berbisnis lagi.
Pemilik restoran, Malek Trabulsi, dengan semangat menghitung pemesanan yang masuk. “Saat-saat menyakitkan sudah berakhir. Hari ini Homs aman dan siap mengumumkan akhir dari masa berkabungnya!” (AFP/Arv/S-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved