Headline

Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.

Lupakan Tragedi demi Bangun Persahabatan

Haufan Hasyim Salengke
14/12/2017 10:54
Lupakan Tragedi demi Bangun Persahabatan
(Warga mengheningkan cipta untuk mengenang para korban saat peringatan pembantaian Nanjing di Nanjing, Provinsi Jiangsu, Tiongkok, Rabu (13/12)---AFP/CHANDAN KHANNA)

SUARA sirene terdengar meraung nyaring. Tidak lama kemudian, ribuan ekor merpati dilepaskan. Prosesi itu terjadi saat Presiden Tiongkok Xi Jinping memimpin sebuah upacara bernuansa muram di Nanjing.

Acara tersebut digelar untuk memperingati 80 tahun pembantaian oleh tentara Jepang di kota itu saat masa perang. Ribuan tentara berpakaian hitam, pegawai negeri, dan mahasiswa mengenakan bunga putih tersemat di jaket mereka ikut ambil bagian dalam event itu.

Mereka berbaris rapi di sekitar monumen Perang Dunia II tanpa mempedulikan suhu dingin yang menyelimuti sekitar mereka.

Saat mengucapkan sumpah untuk tidak melupakan malapetaka besar yang dilakukan militer Jepang di era perang, seorang pejabat tinggi Tiongkok menekankan perlunya kedua negara melangkah maju.

“Tiongkok dan Jepang ialah tetangga dekat, tetangga yang tidak bisa menjauh,” kata Yu Zhengsheng, mantan anggota pimpinan Partai Komunis Tiongkok yang sekarang memimpin sebuah badan parlemen.

Yu menekankan ‘Negeri Panda’ dan ‘Negeri Matahari Terbit’ ke depan harus membangun sejarah panjang untuk memperdalam persahabatan.
Ia berusaha menghindari nostalgia kelam yang merujuk ke perselisihan kedua negara yang disertai pembantaian tentara Jepang.

Menurut Tiongkok, sekitar 300 ribu warga sipil dan tentara tewas dalam hiruk pikuk pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, pembakaran, dan penjarahan dalam enam pekan setelah invasi tentara Jepang merebut Kota Nanjing pada 13 Desember 1937.

Secara resmi, pemerintah Jepang mengakui pembunuhan sejumlah besar nonkombatan. Mereka juga tidak menyangkal penjarahan dan tindakan kejam lainnya. Namun, mereka mengaku sulit menentukan angka yang tepat akibat tindakan tentara Jepang di masa lalu.

Seiring berjalannya waktu, isu tersebut mereda selama Perang Dingin. Namun, kembali muncul dalam beberapa dekade terakhir. Hal itu semakin menguat karena saat ini Tiongkok dipimpin Xi yang dikenal berpendirian kuat.

Di lain hal, para kritikus mengatakan kalangan revisionis Jepang telah tumbuh pusat di bawah pemimpin konservatif Shinzo Abe.

“Xi tidak bisa menghindari gerakan anti-Jepang karena nasionalisme merupakan sumber kekuatan politiknya. Namun, jauh di lubuk hatinya, dia berharap memperbaiki hubungan dengan Jepang,” kata Mitsuyuki Kagami, profesor studi Tiongkok di Universitas Aichi.

Pakar hubungan internasional Universitas Peking, Liang Yunxiang, mengatakan Beijing menjaga kenangan masa perang tetap hidup untuk digunakan sebagai pengungkit terhadap Jepang dalam perselisihan modern seperti percekcokan wilayah maritim saat ini. (AFP/I-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya