Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
PEMIMPIN Liga Arab mengatakan sebuah keputusan oleh Presiden AS Donald Trump yang hendak mengakui Yerusalem sebagai Ibukota Israel akan meningkatkan fanatisme dan kekerasan, dan tidak menguntungkan dalam proses perdamaian Israel-Palestina.
Menantu Trump dan utusan perdamaian Timur Tengah Jared Kushner sebelumnya pada Minggu (3/12) mengatakan kepada Forum Saban bahwa Presiden Trump mendekati sebuah keputusan mengenai apakah akan mengakui atau tidak Yerusalem sebagai ibukota Israel.
"Presiden akan membuat keputusannya. Dia masih melihat banyak fakta yang berbeda dan ketika dia memutuskan, maka dia adalah orang yang akan memberi tahu Anda, dan dia memastikan bahwa dia melakukannya pada waktu yang tepat," ujar Kushner mengatakan kepada Forum Saban.
Menurut Kushner, dinamika regional memainkan peran besar. "Saya pikir Liga Arab melihat ancaman regional dan mereka melihat Israel, yang secara tradisional adalah musuh mereka, adalah sekutu yang jauh lebih alami daripada 20 tahun yang lalu."
Menanggapi hal tersebut, Ahmed Abul Gheit, kepala Liga Arab, sangat menyayangkan beberapa orang yang bersikeras melakukan langkah ini tanpa memperhatikan bahaya yang ditimbulkannya terhadap stabilitas Timur Tengah dan seluruh dunia.
Abul Gheit mengatakan bahwa Liga Arab sangat dekat dengan isu tersebut dan berhubungan dengan pihak berwenang Palestina dan negara-negara Arab untuk mengoordinasikan posisi Arab jika Trump mengambil langkah (pengakuan) tersebut.
Trump harus memutuskan apakah akan menandatangani pembebasan hukum yang akan menunda rencana untuk memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem selama enam bulan lagi.
Para pemimpin Palestina melobi dengan gigih melawan langkah tersebut, karena khawatir hal itu dapat memicu kemarahan di dunia Arab sehingga bisa menenggelamkan harapan damai untuk satu generasi.
"Tidak ada yang membenarkan tindakan ini, tidak akan menghasilkan ketenangan atau stabilitas, melainkan akan memberi makan fanatisme dan kekerasan," kata Abul Gheit kepada wartawan di Kairo, Minggu (3/12).
Menurutnya, langkah tersebut hanya akan menguntungkan satu pihak, yaitu pemerintahan anti-perdamaian Israel.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berharap bisa mendapat akomodasi di negara-negara Arab, mendahului kesepakatan Palestina. Netanyahu juga berbicara dengan forum tentang kesempatan untuk rekonsiliasi di wilayah tersebut.
Pidatonya hampir tidak menyentuh isu Palestina, tapi berbicara tentang perdamaian regional, dalam kerangka waktu yang lebih lama daripada yang ada dalam pikiran Kushner.
"Dan itu hanya satu alasan mengapa saya sangat berharap tentang masa depan. Hari ini Israel lebih disambut oleh bangsa-bangsa di dunia daripada sebelumnya," kata Netanyahu.
Israel menduduki Jerusalem timur dan Tepi Barat pada 1967. Kemudian menganeksasi Jerusalem timur dalam sebuah langkah yang tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional. (AFP/OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved