Headline

Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.

Operasi Bypass Jantung Sayatan Kecil

MI/FETRY WURYASTI
16/12/2015 00:00
Operasi Bypass Jantung Sayatan Kecil
()
PEMASANGAN stent atau ring dengan kateterisasi sudah populer sebagai terapi mengatasi penyakit jantung koroner (PJK). Namun, tidak semua kasus PJK bisa ditangani dengan langkah tersebut, misalnya jika jumlah titik sumbatan terlalu banyak.

Dalam kondisi demikian, operasi bypass jantung menjadi pilihan terbaik. Operasi itu dilakukan untuk mengatur ulang aliran darah ke jantung. Caranya dengan mengambil sepotong pembuluh darah dari bagian tubuh lain (umumnya dari betis atau lengan) untuk disambungkan pada pembuluh darah jantung yang bermasalah. Dengan demikian, terbentuk jalur aliran darah baru yang lancar dan tidak tersumbat.

Meski operasi bypass merupakan langkah yang efektif untuk mengatasi PJK yang tidak bisa ditolong dengan pemasangan stent, menurut dokter spesialis bedah toraks dan kardiovaskular Omni Hospital Alam Sutra, Alfa Ferry, sebagian masyarakat cenderung takut untuk menjalaninya.

"Sebab, operasi itu melibatkan pembedahan besar di dada. Tulang dada dipotong memanjang. Pemulihannya butuh waktu sampai dua bulanan," jelas Alfa pada temu media bertajuk di rumah sakit tersebut, Kamis (10/12).

Namun, lanjutnya, saat ini ada metode terbaru yakni operasi bypass jantung dengan sayatan kecil (minimally invasive cardiac surgery coronary artery bypass graft/MICS CABG).

"Operasi bypass konvensional dilakukan dengan membelah dada dari atas ke bawah. Tapi dengan teknik minimally invasive, hanya dilakukan sayatan pada tiga titik serta satu bukaan minimal sepanjang 5 sentimeter," ujar Alfa.

Sayatan-sayatan itu menjadi akses masuknya alat-alat operasi minimally invasive, termasuk kamera serat optik. Dokter melakukan operasi dengan panduan gambar live yang dihasilkan kamera tersebut di layar monitor.

"Metode MICS CABG telah dipraktikkan di Amerika. Operasinya lebih singkat, 1-2 jam lebih cepat daripada cara konvensional yang mencapai 6 jam," imbuh Alfa.

Jika dibandingkan dengan bypass jantung konvensional, teknik baru itu memiliki beberapa keuntungan. Pertama, dengan sayatan yang kecil, risiko infeksi bisa ditekan dan volume darah yang terbuang juga bisa diminimalkan. "Selain itu, dengan luka operasi yang kecil, waktu pemulihan lebih cepat. Dalam 10 hari pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasa. Nyeri luka pascaoperasi pun minimal.

"Secara kosmetik, lanjut Alfa, bekas lukanya juga jauh lebih baik karena posisi sayatan terbesar, yaitu 5 cm, berada di bawah area puting susu sehingga penampakannya tersamar.

"Ini bukan berarti operasi bypass konvensional tidak bagus. Untuk hasil, keduanya sama saja. Yang membedakan hanya risiko operasinya dan cepatnya masa pemulihan," kata Alfa.

Meski memiliki banyak keuntungan, menurut Alfa, tidak semua pasien PJK bisa menjalani operasi dengan teknik tersebut. Pasien obesitas, misalnya, tidak bisa menjalani teknik itu karena banyaknya lemak dalam tubuh menjadi faktor penyulit.

"Sehingga, bagi pasien obesitas, kami sarankan untuk menurunkan berat terlebih dahulu. Sebab tumpukan-tumpukan lemak yang banyak akan menyulitkan untuk membuat sayatan kecil.

"Soal biaya, Alfa menjelaskan, operasi dengan sayatan kecil itu lebih mahal. Sekitar satu setengah kali lipat operasi konvensional. Hal itu terkait dengan mahalnya teknologi dan peralatan operasi yang digunakan.

Terlepas dari persoalan biaya, Alfa menilai operasi bypass jantung dengan sayatan kecil itu bisa menjadi alternatif bagi pasien yang selama ini lebih memilih pemasangan ring untuk menghindari pembedahan.

"Pada pasien yang di-bypass, dalam waktu 15 tahun setelah operasi, 95% kondisi jantungnya tetap bagus. Berbeda dengan yang dipasang ring, biasanya pasien akan datang kembali dengan keluhan serupa hingga ujung-ujungnya nanti di-bypass juga."

Ubah gaya hidup
Meski telah melakukan operasi, bukan berarti pasien PJK akan terbebas dari serangan jantung. Pasien tetap perlu mengubah gaya hidupnya menjadi lebih sehat karena faktor risiko PJK dan serangan jantung terkait dengan pola hidup.

"PJK didahului dengan ateroskelrosis akibat gaya hidup tidak sehat berkepanjangan," kata Alfa.

Aterosklerosis merupakan akumulasi plak kolesterol yang menumpuk pada pembuluh darah arteri jantung. Ketika tumpukan plak itu pecah, sel-sel darah akan segera melakukan perbaikan untuk menutup 'luka' pada pecahan itu. Namun, pada pembuluh darah yang sudah sempit karena tumpukan plak, perbaikan itu justru berpotensi menyumbat pembuluh darah, menyebabkan serangan jantung.

Aterosklerosis terjadi antara lain karena konsumsi makanan berlemak, diabetes, hipertensi, kebiasaan merokok, dan minim olahraga. "Karena itulah, gaya hidup tak sehat itu harus diubah." (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya