Headline
Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan
Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan
Di Indonesia, cukai rokok sulit sekali naik, apalagi pada tahun politik.
Philips mengeluarkan Survei Future Health Index (FHI) 2025 yang menemukan bahwa 77% pasien di Indonesia mengalami waktu tunggu yang lebih lama, untuk mendapatkan layanan dari dokter spesialis.
Jika dikomparasi dari wilayah lain seperti Asia Pasifik 66%, dan di global sekitar 73%. Data tersebut didapatkan dari 1.100 responden di seluruh dunia, di mana Indonesia juga dipilih menjadi salah satu negara yang dilakukan survei. Dari 16 negara, Indonesia, Australia, dan Korea merupakan salah satu negara yang dipilih untuk Asia Pasifik.
Meski begitu, kabar baiknya adalah di Indonesia, rata-rata waktu tunggu yang didapatkan, terlama rata-rata kalau dari data ini adalah 19 hari, dibandingkan dengan Asia Pasifik dan global yang bisa mencapai 47 atau 70 hari.
"Tapi dari satu sisi, kita juga mendapatkan verbal insight bahwa sebenarnya di negara lain juga sudah banyak menerapkan homecare," kata Presiden Direktur Philips Indonesia Astri Ramayanti Dharmawan dalam laporan FHI di Jakarta, Rabu (23/7).
Dengan waktu tunggu yang sangat lama tersebut berdampak pada kondisi kesehatan pasien. Sekitar 51% pasien mengalami pemburukkan karena mereka tidak dapat segera menemui dokter spesialis. Akhirnya mereka harus dirawat di rumah sakit dan bahkan mungkin beberapa sudah terlambat.
Untuk mengatasi hal itu, pemerintah menjalankan program klinik desa yang akan mempercepat penanganan secara lebih dini dan dengan adanya teknologi akan mempercepat konsultasi.
"Jadi dokter spesialis yang tersebar di kota bisa melayani bentuk-bentuk yang ada di wilayah. Bahkan ada yang namanya teknologi telesurgery, pasien yang bisa di operasi dari jarak jauh," jelas Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan & Ketua Tim Transformasi Teknologi dan Digitalisasi Kesehatan (TTDK), Kementerian Kesehatan Setiaji.
Namun karena itu makanya untuk menjawab pertanyaan tersebut artinya teknologi sebenarnya bisa mempercepat, memenuhi gap-gap di daerah dengan lebih cepat agar layanan dalam negeri lebih inklusif.
"Gak hanya milik masyarakat yang tinggal di sini perkotaan. Kita punya program namanya Satuseha dan target kita adalah ingin mengintegrasikan seluruh data-data kesehatan kita yang ada di mana-mana," kata Setiaji.
Dengan adanya sistem Satusehat bisa mengintegrasikan data seluruh layanan kesehatan walaupun dari berbeda-beda tempat. Sehingga dokter bisa baca pasien dan kemudian bisa mendiagnosis jadi lebih tepat.
Data lain sekitar 62% dari tenaga kesehatan melaporkan bahwa mereka sebenarnya kehilangan waktu klinis mereka karena banyak sekali data pasien yang tidak lengkap atau yang tidak bisa diakses, sehingga mereka kehilangan waktu yang cukup besar dan cukup signifikan dari sisi efisiensi, padahal mereka sebaiknya juga fokus dengan pelayanan pasien.
"Menurut data yang kita punya, untuk Indonesia hanya 13% dari tenaga kesehatan, mereka untuk lebih banyak waktu bersama pasiennya. Sayangnya 56% dari tenaga kesehatan, mereka juga banyak waktu yang diperlukan untuk melakukan hal-hal yang non klinis atau melakukan tugas-tugas yang sifatnya repetitif atau administratif," ungkap Astri. (H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved