Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
TIDAK sedikit orang yang mengaku sulit tidur saat mengalami stress. Hal ini tentunya membuat masalah psikologis itu terasa kian berat.
Namun benarkah stres berpengaruh pada tidur? Apa yang sesungguhnya yang terjadi pada tubuh saat stres?
Saat seseorang alami stres, tubuh akan merespons dengan mengaktifkan sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) yang melepaskan kortisol. Hormon kortisol sangat berperan membantu tubuh dalam dalam menghadapi stres itu dengan cara fisiologis maupun psikologis.
Direktur Medis Pusat Gangguan Tidur Rumah Sakit Providence St. Joseph, Bruce Tammelin dikutip dari Verwell Health menjelaskan bahwa hormon kortisol juga mengendalikan siklus tidur dan bangun. Selain itu hormon ini juga mengatur metabolism, tekanan darah, hingga mengurangi peradangan.
Kadar kortisol yang tinggi dan berkepanjangan atau stres kronis dapat mengganggu proses-proses tersebut. Akibatnya, saat stress tubuh bisa mengalami peradangan, nyeri kronis, depresi, dan bahkan perkembangan penyakit Alzheimer dan Parkinson.
Kadar kortisol seharusnya menurun secara perlahan sepanjang hari. Jika kadar kortisol yang tinggi terus berlanjut hingga malam hari, ketidakseimbangan hormon ini mengganggu produksi melatonin, hormon yang membantu tubuh tidur dengan baik.
Secara singkat, seiring berjalannya waktu, kadar kortisol yang tinggi ini dapat menyebabkan gangguan tidur seperti insomnia dan memperburuk kecemasan dan depresi.
Hal ini menciptakan siklus tidak sehat di mana stres menyebabkan kurang tidur, memperparah stres dan membuat tidur makin sulit. "Jika tidak mendapatkan tidur yang sangat efisien dan tidak terganggu, dapat mengalami kecemasan atau depresi," kata Tammelin dikutip pada Kamis (19/6).
Perlukah Terapi saat Stress?
Lebih lanjut Tammelin menjelaskan bahwa pasien yang menerima terapi untuk masalah tidur mereka sering kali juga merasakan peningkatan yang signifikan dalam kesehatan mental mereka.
Menurutnya, penelitian telah menemukan bahwa banyak gangguan tidur, termasuk sleep apnea, restless leg syndrome, insomnia, narkolepsi, rasa kantuk di siang hari, dan mimpi buruk, lebih umum terjadi pada orang yang mengalami kesulitan kesehatan mental.
"Orang neurodivergent, terutama mereka yang mengidap ADHD, sering kali menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mendapatkan tidur berkualitas karena rendahnya kadar melatonin di malam hari, masalah sensorik, atau sistem saraf yang lebih aktif," pungkasnya. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved