Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Mahabarata Jawa Perpaduan Konsep Humanitas

Abdillah M Marzuqi
30/10/2016 00:15
Mahabarata Jawa  Perpaduan Konsep Humanitas
()

TIDAK diragukan lagi, wayang adalah warisan luhur peradaban. Namun, banyak juga yang tidak paham tentang jalan cerita wayang. Salah satunya dengan kisah Mahabarata. Mahabarata digubah Vyasa sekitar 500 tahun sebelum Masehi. Sezaman dengan kitab Aranyakas dan Puranas. Mahabarata juga sampai ke tanah Jawa, dan jadilah Mahabarata Jawa. Lalu bagaimana berkenalan dengan kisah Mahabarata Jawa. Salah satunya melalui buku Mahabarata Jawa karya N Riantiarno.

Mahabarata Jawa juga bersumber dari karya Vyasa. Inti kisah Mahabarata di masa-masa awal, baik versi India maupun Jawa, bertumpu pada ajaran Hindu, yakni para dewa ialah penguasa takdir manusia. Ketika Islam masuk ke tanah Jawa, isi dan karakter kisah mengalami berbagai perubahan. Terjadi perpaduan konsep humanitas yang menyatu dan harmonis. Namun, ajaran moral Jawa tetap menjadi intisari kisah, baik pakem, carangan, maupun sempalan.

Dalam buku terbitan Grasindo ini, Maha­barata Jawa membingkai tokoh-tokoh baru yang bermunculan sebab dari proses penyaduran tersebut terjadi berbagai pengembangan serta perubahan cerita. Bahkan, kisah serta jalan pikiran lokal pun masuk sehingga isi dan sosok Mahabarata akhirnya menjadi ‘sangat Jawa’. Dalam penulisan buku ini, penulis meraup inti kisah Mahabarata Jawa dari berbagai sumber yang dikumpulkan sejak 1970-an. Sumber tersebut berupa sumber awal (India), ataupun sumber kedua (Jawa). Bahkan penulis juga meramu dari bahan tulisan, syair tembang, transkripsi carangan, sempalan lisan, cerita bergambar, ataupun hasil wawancara dengan para pakar.

Dalam jagat pewayangan, jalan hidup de­wa-dewa penguasa nasib para wayang-ternyata juga diatur garis takdir Tuhan Yang Maha Esa. Itu pakem lakon yang dianut sejak zaman Wali Sanga. Sebelumnya, raja-raja Jawa Hindu telah berusaha menyadur lakon wayang lewat berbagai cara. Upaya penyaduran mengandung niat agar ki­sah wayang bisa lebih intim dengan ma­syarakatnya dan jadi khazanah susastra milik sendiri. Di zaman Majapahit, terjadi pula upaya pe­nyaduran seperti itu oleh pa­ra empu. Penyaduran Mahabarata dimulai sejak raja-raja Dinasti Mpoe Sendok (sekitar tahun 900-1200) oleh Mpoe Sedah dan Mpoe Panoeloeh.

Penulis lalu meramu bahan-bahan yang terkumpul sejak 1970-an dengan sumber dari karya agung Vyasa, KG PA Mangkoe Negara VII, dan R Ng Ranggawarsita III. Banyak nilai dan pelajaran yang bisa diambil dari Mahabarata Jawa yang mengisahkan ri­wayat Pandawa dan Kurawa, meletusnya Baratayuda, hingga moksanya para Pandawa. R Ng Ranggawarsita menggubah banyak lakon wayang secara dalam dan indah. Upa­ya itu terus berlanjut. Para penggubah tersohor yang karyanya sering dikutip ialah Pakoe Boewana IV-VII dan Jasadipoera I. Banyak penggubah lain sesudah mereka, baik yang tercatat namanya maupun yang tidak. Juga, ada banyak dalang penggubah lakon versi, carangan atau sempalan. Mereka justru memperkaya jagat pewayangan. Melahirkan sastra yang indah, penuh metafora, unik, dan takkan habis digali atau ditafsir.

Runut dan terperinci
Buku ini menceritakan secara runut dan terperinci; sejak terjadinya alam semesta hingga Pandawa moksa di puncak Gunung Mahameru. Terlebih lagi, penulis menggambarkan detailnya dalam ekspresi roman bahasa Indonesia. Hasilnya, terdapat 45 kitab yang berisi 162 lakon. Dimulai dari kitab satu berjudul Tiga Dunia (hlm 1) sampai kitab 45 yakni Pandawa Moksa (hlm 244). Namun, itu hanya berlangsung sampai halaman 250 dari 506 halaman. Lalu sisanya? Itulah yang unik dalam buku karangan seorang maestro tea­ter ini. Pasalnya, seusai membincangkan habis 45 kitab, terdapat satu bab terakhir yang mendominasi hampir separuh halaman buku. Dari total 506 halaman, terdapat kitab yang persis seperti kitab satu. Halaman 251-496 yang hampir separuh babnya merupakan kumpulan dari berbagai versi dari lakon yang sama yakni Tiga Dunia.

Lakon Tiga Dunia pada ha­laman awal hanya bercerita asal muasal ras wayang kepada Pandawa. “Wenang mencipta galaksi, bintang, pla­net-planet, dan ras wayang dalam lima hari. Dialah Yang Berwenang, Sang Mahapenentu, Yang Maha­kuasa. Dia membagi alam semesta menjadi tiga. Tiga dunia. Tribuana. Tiga­donya.” (hlm 1). “Dalam lakon itu, tiga dunia terdiri dari Mayapada (dunia kekal), Madyapada (dunia gelap), dan Marcapada (dunia wayang). Wenang telah memilih sebuah planet indah di gugusan Galaksi Dewa Sakti sebagai kawasan hunian ras wayang, dan planet itu bernama Jawa.” (hlm 1).

Siapakah Sang Hyang Wenang? Dan, apa tugas Sang Hyang Tunggal? Benarkah Sang Hyang Wenang ‘Yang Paling Berwenang, Sang Maha­penentu, Mahakuasa?’
Jagat pewayangan Jawa diramaikan berbagai versi. Banyak versi menyebut Sang Hyang Wenang bu­kanlah Dia, bukan Yang Maha Esa. Hyang Wenang hanya wayang belaka. Konon, Sang Hyang Wenang memiliki wujud, meski kadang menampakkan diri lewat sua­ra yang samar dan se­berkas cahaya biru. Kekuasaannya mahabesar. Sang Hyang termasuk dewa wayang golongan tua yang jarang dihadirkan penentu berbagai permasalahan duniawi (hlm 253).

Itu masih satu versi tentang Wenang, dalam kitab satu itu masih dituliskan banyak lagi versi siapa Wenang. Sebagian versi menyebut Sang Hyang Wenang sebagai putra Sang Hyang Nur Rahsa atau Nurrasa. Versi lain menyebutnya sebagai keturunan Nabi Adam dan Siti Hawa. Versi lain malah menceritakan Wenang sebagai yang punya hubungan kekerabat­an dengan jin sebab berasal dari leluhur bernama Jin Marijan. Begitulah kitab satu berlakon Tiga Dunia digambarkan dalam 2 halaman (hlm 1-2). Pada kitab satu, Tiga Dunia diceritakan dalam berlembar-lembar (hlm 251-496). Pada akhirnya, simpulan yang tepat ialah betapa Mahabarata Jawa punya kekayaan versi cerita. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya