Prof Tjandra Yoga: AS Hentikan Sementara Bantuan Obat HIV, Tb, dan Malaria, Pemerintah Harus Segera Bertindak

Atalya Puspa
31/1/2025 14:36
Prof Tjandra Yoga: AS Hentikan Sementara Bantuan Obat HIV, Tb, dan Malaria, Pemerintah Harus Segera Bertindak
Petugas melayani warga saat berobat di Puskesmas Kotaraja, Jayapura, Papua, Jumat (22/7/2022). Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Papua, stok obat malaria menipis.(ANTARA/Sakti Karuru)

PENGHENTIAN sementara bantuan obat-obatan HIV, tuberkulosis (Tb) dan malaria dari pemerintah Amerika Serikat (AS) selama setidaknya 90 hari ke depan harus segera diantisipasi oleh pemerintah Indonesia. Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Tjandra Yoga Aditama menekankan tiga langkah penting yang harus segera dilakukan agar pasien tidak mengalami dampak buruk dari kebijakan ini.  

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi seberapa besar pasokan obat HIV, Tb, dan Malaria yang berasal dari bantuan langsung pemerintah AS. 

"Media melaporkan bahwa kontraktor dan rekanan yang bekerja dengan United States Agency for International Development (USAID) telah menerima memo untuk menghentikan kegiatan mereka. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui secara pasti berapa banyak pasien yang menerima obat dari kontraktor dan rekanan USAID ini," ujar Tjandra, Jumat (31/1).  

Ia menekankan bahwa setelah jumlah dan proporsi bantuan obat yang terdampak diketahui, informasi tersebut harus diumumkan ke publik untuk menghindari keresahan. "Transparansi sangat penting agar masyarakat tidak panik dan dapat mengetahui langkah-langkah yang sedang dan akan dilakukan pemerintah," tambahnya.  

Selain dari bantuan AS, pasien di Indonesia mungkin juga menerima obat dari badan internasional lain seperti Global Fund AIDS, TB, Malaria (GF ATM), atau negara lain di luar AS. Tjandra menyarankan agar pemerintah segera menjajaki kerja sama dengan negara-negara lain untuk memastikan ketersediaan obat-obatan ini. "Jika ada sumber lain yang dapat diandalkan, maka pemerintah perlu menginformasikannya kepada publik untuk memastikan ketenangan pasien dan masyarakat," jelasnya.  

Solusi ketiga yang dapat diambil adalah memaksimalkan penggunaan obat yang diproduksi dalam negeri. Namun, Tjandra menekankan bahwa obat-obatan tersebut harus memiliki kualitas terjamin dan, jika memungkinkan, telah melewati proses WHO Prequalification (WHO PQ).  

Selain itu, pemerintah juga perlu menyiapkan anggaran tambahan untuk membeli obat-obatan dari berbagai negara, baik dari Asia maupun Eropa, jika memang dibutuhkan. "Langkah ini perlu segera diumumkan ke publik agar ada kepastian bahwa pasokan obat tetap aman," ujarnya. 

Tjandra mengingatkan bahwa yang paling utama adalah memastikan pasien tidak sampai mengalami putus obat, karena hal ini bisa berdampak buruk pada kesehatan individu serta meningkatkan risiko penularan penyakit di masyarakat.  

"Pemerintah harus segera memberikan informasi yang jelas mengenai skala dampaknya dan tindakan konkret yang akan dilakukan untuk menyelamatkan pasien yang membutuhkan obat-obatan ini," tutupnya. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya