Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
BUKAN hanya negara tujuan pekerja migran yang tidak memberikan perlindungan terhadap pekerja perempuan migran. Namun pemerintah Indonesia, hingga kini juga masih belum memberikan perlindungan memadai bagi mereka.
Penegasan itu disampaikan Direktur Eksekutif Migrant Care di Solo, Senin (2/12) dalam rangka perayaan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, khususnya dalam advokasi pekerja perempuan migran. Sejumlah aktivis peduli pekerja perempuan migran, ikut beberkan belum optimalnya pemerintah memberikan layanan dan jaminan perlindungan terhadap pekerja perempuan migran di luar negeri.
Bahkan dalam sidang Komite Perlindungan Pekerja Migran di Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, pada awal Desember ini, pemerintah Indonesia belum memberikan laporan tentang implementasi terkait kesepakatan ratifikasi tentang perlindungan pekerja migran.
Sementara organisasi masyarakat sipil seperti Indonesia Migrant Care, LSM SARI, Kapal Perempuan, Human Right Working Grup ( HRWG), Beranda Migran, Emancipate telah memberikan pelaporan pada sesi 39 sidang CMW di PBB terkait implementasi konvensi ratifikasi perlindungan anak, dan diterima baik.
Karena itu, lanjut Wahyu, bersamaan dengan perayaan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Migrant Care terus mendorong agar pemerintah berkomitmen serius, untuk memberikan perlindungan optimal bagi pekerja perempuan migran, yang masih banyak mengalami kekerasan fisik, pemerkosaan dan perlakuan kekerasan lain di luar negeri.
Sejauh ini, lanjut dia, aliansi masyarakat sipil dilihat belum ada keseriusan Indonesia menerapkan konvensi dalam tata kelola kebijakan migrasi. Dan keabadian ini membuat pekerja perempuan migran, menjadi sangat dirugikan, dan tidak sebanding dengan jerih remitansi yang diberikan kepada negara.
"Ilusi teman teman pekerja perempuan migran sebagai pahlawan devisa hanya menjadi kalimat penyejuk, namun jaminan atas hak-haknya masih jauh dari harapan," tukas dia sekali lagi.
Selain Wahyu selaku pentolan Migran Care, sejumlah aktivis dari Kapal Perempuan, Beranda Migran, Emancipate juga memberikan narasi nyata tentang belum seriusnya pemerintah dalam memproteksi atau memberikan perlindungan kepada para buruh perempuan migran.
Termasuk kepala daerah hasil Pemilu, yang dipantau oleh aktivis buruh migran telah memberikan janji akan memberikan pelayanan yang baik dan memadai lewat Perda, yang menjadi turunan regulasi yang ada di atasnya, ternyata juga tidak ada keseriusan.
"Melalui pemantauan, kami melakukan dialog politik yang mengundang paslon, untuk memastikan kapabilitas dan perspektifnya. Namun dari pemilu ke pemilu, hasilnya tidak ada keseriusan," tukas Dewi Putri, purna pekerja perempuan migran di Singapura, yang pesimis dengan kepala daerah hasil Pilkada 2024.
Sementara itu Koordinator Senior Migran Care, Mulyadi membeberkan dari kompilasi data kasus yang muncul akibat tidak adanya perbaikan regulasi layanan, dari 2023 dan 2024, hingga memunculkan angka yang cukup besar dari 7 wilayah yang selama ini menjadi pantauan Indonesia Migrant Care.
Menurut dia, data permasalahan yang muncul cukup besar, karena tingginya minat menjadi pekerja perempuan migran, dengan tujuan negara yang hampir sama.
"Namun, karena tidak ada perbaikan regulasi, seperti dalam dokumen paspor misalnya, lalu menyangkut balai latihan kerja dll, membuat mereka menghadapi masalah," tandas dia sembari menyebut data tahun 2023 sebanyak 1850 orang, disusul 2024 yang hingga akhir November memunculkan data 1760 pekerja perempuan migran bermasalah. (Z-9)
Para Pelaku Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dan Asosiasi P3MI merasa keberatan dengan salah satu pasal di RUU Perlindungan PMI.
Pekerja migran Indonesia adalah wajah negara di luar negeri. Sehingga, ia menilai pekerja migran tersebut harus memiliki kompetensi serta jasmani dan rohani yang sehat.
PEMERINTAH didesak lebih serius memberikan sosialisasi, pembekalan, dan penguatan bagi para pekerja migran dari kelompok radikal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved