Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Pemerintah Harus Berhati-Hati dalam Mengutak-Atik Anggaran Pendidikan

Devi Harahap
10/9/2024 21:53
Pemerintah Harus Berhati-Hati dalam Mengutak-Atik Anggaran Pendidikan
ilustrasi(ANTARA)

PENELITI Center of Reform on Economics (CORE), Muhammad Andri Perdana mengatakan wacana perubahan alokasi wajib anggaran pendidikan yang selama ini mengacu pada belanja negara menjadi mengacu pada pendapatan, akan memiliki implikasi negatif pada sistem pendidikan.

“Utamanya pada kualitas pendidikan dan kesejahteraan tenaga pengajar karena masih banyak yang bermasalah, ada sekolah yang kekurangan fasilitas pembelajaran, kemudian guru-guru honorer dan sebagainya yang masih mengeluh karena mereka tidak tidak memperoleh hak gaji dan insentif yang memadai,” katanya pada diskusi bertajuk “Fiskal Anggaran Pendidikan” yang diselenggarakan Bright Institute pada Selasa (10/9).

Menurut Andri, APBN harus dipandang sebagai biaya dalam persoalan pendidikan, sehingga daripada mengotak-atik biaya anggaran pendidikan lebih baik mengkaji terkait dampak dari realisasi anggaran pendidikan. Seharusnya, lanjut dia, pemerintah lebih kreatif dalam mencari ruang fiskal tanpa memotong anggaran pendidikan.

Baca juga : P2G Tolak Usulan Menkeu Anggaran Pendidikan Dialokasikan dari Pendapatan Negara Bukan dari Belanja Negara

“Seperti apa output-nya dan apakah dampaknya sudah seperti yang diharapkan, kalau ada temuan maka dikaji karena penurunan anggaran pendidikan akan mengakibatkan output yang lebih rendah dan dampak yang diharapkan akan lebih sedikit,” jelasnya.

Andri menilai jika usulan tak lazim dari Sri Mulyani dipenuhi, yaitu batas bawah 20% adalah dari Pendapatan, maka tahun 2022 dan 2023 juga tidak memenuhi hal tersebut.

“Kalau misalkan pendekatan ibu Sri Mulyani 20 persen dari pendapatan, maka rasionya memang rata-rata di bawah 20% semua. Jangan lupa tahun 2023 kita pakai pendapatan pun tidak sampai dianggarkan 20%. Tentu saja anggaran yang meningkat itu tidak berarti lebih baik dibandingkan anggaran yang sebelumnya,” katanya.

Baca juga : Kedubes Australia Buka Peluang Kerja Sama Tri Dharma Perguruan Tinggi

Andri juga mengingatkan bahwa langkah mengubah anggaran pendidikan yang didasarkan pada belanja negara, diperkirakan akan berpotensi membuat nilai anggaran pendidikan yang terbilang sudah rendah akan mengalami penurunan yang cukup signifikan sekitar Rp120 triliun hingga Rp125 triliun.

“Secara nalar, anggaran yang lebih kecil akan berpotensi menghasilkan output yang lebih rendah dan belum tentu meningkat karena kenaikan biaya, itu baru sisi output. Impact atau benefit jadi APBN itu bisa dilihat sebagai biaya, berarti angka itu bisa dialokasikan berapa jumlah untuk BOS, gaji guru, pelatihan dan lainnya. Ini yang menjadi alat evaluasi secara publik.

Andri menjelaskan pemanfaatan anggaran pendidikan sangat krusial mengingat masih banyak tantangan yang harus dihadapi dalam meningkatkan kualitas SDM Indonesia agar dapat menjadi generasi yang unggul, sehingga pemerintah harus berhati-hati dan mengkaji secara komprehensif mengenai kebijakan anggaran pendidikan ini.

“Masalah-masalah seperti Human Capital Index (HCI) Indonesia masin di bawah rata-rata negara, skor PISA Indonesia belum meningkat signifikan, kebutuhan akan sarana dan prasarana serta tenaga pengajar yang berkualitas, partisipasi pada Anak Usia Dini (PAUD) dan Perguruan Tinggi, dan tingginya tingkat pengangguran lulusan pendidikan vokasi,” jelasnya. (S-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya