Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
AHLI kesehatan keluarga dr Meriana Virtin mengatakan Indonesia berada dalam sabuk talasemia dunia dengan angka sifat genetik 3-8% yang artinya sebanyak 8-22 juta penduduk membawa genetik talasemia dan berpotensi muncul kepada keturunannya. Talasemia merupakan penyakit keturunan (kelainan genetik) akibat kelainan sel darah merah yang dapat menyebabkan penderita harus melakukan transfusi darah sepanjang usianya. Penyakit tersebut bisa dicegah melalui deteksi dini.
"Kami mengajak masyarakat untuk melek talasemia dan melakukan skrining talasemia agar bisa mendapatkan informasi terkait ada atau tidaknya sifat genetik talasemia pada seseorang," kata Project Manager Officer Laboratorium Medis Cordlife Persada itu dalam taklimat media yang diterima di Jakarta, Selasa (13/8).
Baca juga : Perimenopause: Gejala dan Apa Yang Harus Dilakukan
Negara yang berada di sabuk talasemia merupakan sebutan bagi negara-negara dengan jumlah orang pembawa gen talasemia yang tinggi. Adapun gejala utama yang dialami oleh pasien dengan talasemia, ujar Meriana ialah anemia, yakni suatu kondisi dimana kadar hemoglobin di dalam tubuh lebih rendah daripada normal.
"Pasien dengan talasemia berat harus menjalani transfusi darah secara berkala untuk tetap menjaga kadar hemoglobin di dalam tubuhnya agar
tetap dalam batas normal,"katanya.
Ia menambahkan talasemia adalah kondisi yang diturunkan ketika kedua orang tua merupakan pembawa sifat genetik talasemia. Seringkali, kata dia, kedua orang tua yang merupakan pembawa sifat genetik baru mengetahui bahwa dirinya membawa kelainan genetik talasemia setelah memiliki anak dengan talasemia.
"Penyakit ini, katanya, tentunya bisa mendapatkan penanganan cepat melalui deteksi dini, serta melakukan pemeriksaan riwayat penyakit keluarga yang anemia atau pasien talasemia. Tanda dan gejala talasemia diantaranya lemas, mudah lelah, kulit pucat atau kekuningan, kelainan bentuk tulang wajah, pertumbuhan yang lambat, pembengkakan pada perut dan urin berwarna gelap," terangnya.
Apabila dibiarkan, imbuh Meriana, bisa terjadi komplikasi, seperti penumpukan zat besi di dalam tubuh akibat transfusi yang sering dilakukan. Dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini, ia menyarankan upaya melakukan skrining talasemia. (Ant/H-3)
Indonesia belum memiliki bank data sel punca publik seperti di negara-negara lain sehingga butuh waktu lebih lama untuk menemukan donor yang cocok.
Talasemia disebabkan ketidakmampuan tubuh memproduksi hemoglobin yang menyebabkan kerusakan pada sel darah merah sehingga penderitanya mengalami anemia atau kurang darah.
Skrining prinsipnya menjaring atau mencari orang sakit di antara orang sehat karena tidak semua orang menunjukkan gejala.
Pasien talasemia cenderung memiliki terlalu banyak zat besi yang menumpuk di dalam darah sehingga perlu membatasi makanan tinggi zat besi.
Talasemia adalah kelainan genetik di mana sel darah merah tidak sempurna dan mudah pecah sehingga menyebabkan anemia kronik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved