DIRJEN Kebudayaan Kemendikbud-Ristek Hilmar Farid mengakui tata kelola permuseuman di Indonesia masih belum optimal. Hal itulah yang membuat museum tidak menjadi destinasi wisata yang dituju oleh masyarakat.
Hilmar menyebut ada banyak koleksi yang bagus dan menarik seperti artefak hingga peninggalan sejarah. Namun, karena sumber daya manusia (SDM) yang bertugas mengelola museum masih terbatas, koleksi tersebut dikemas dan ditampilkan seadanya.
"Persoalan besar dengan banyak museum di Indonesia adalah tata kelola. Ada banyak koleksi yang bagus dan menarik, tapi belum dikelola dengan optimal. Perlu riset terus menerus untuk membuat koleksi museum relevan dan menarik. Artefak atau benda yang sama bisa ditampilkan dengan berbagai narasi atau cerita, dan pada akhirnya narasi atau cerita inilah yang menentukan," ujar Hilmar kepada Media Indonesia, Jumat (9/6).
Baca juga: Dinas Kebudayaan DIY Cek Kondisi Museum Dewantara Kirti Griya Usai Tawuran PSHT dengan Brajamusti
"Agar narasinya berkualitas dan relevan tentu perlu riset dan konsep kuratorial yang jelas. Dan banyak museum kita tidak punya SDM untuk keperluan ini. Akhirnya narasi dan tampilan museum kita ya begitu-begitu saja, dan belum bisa menjadi destinasi yang menarik," tambahnya.
Dirjen Kebudayaan itu juga menyampaikan anggaran untuk mengelola museum masih sangat terbatas karena pemerintah masih fokus pada kebutuhan yang dianggap lebih mendesak seperti bansos untuk masyarakat, infrastruktur dan lainnya.
Padahal, kontribusi museum seperti halnya institusi pendidikan dan kebudayaan lainnya juga sangat besar bagi kemajuan masyarakat.
Baca juga: Putu Rudana: RUU Permuseuman harus Sejalan dengan Trisakti Bung Karno
"Saat ini, Kemendikbud-Ristek sudah mengubah tata kelola museum yang berada di bawah Kemendikbud-Ristek secara fundamental dengan membentuk Badan Layanan Umum (BLU) Museum dan Cagar Budaya (MCB). Di bawah BLU ini pengelolaan museum bisa jauh lebih fleksibel dan tidak sepenuhnya bergantung pada APBN," pungkasnya. (Z-1)