Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PARA jemaah haji dari Indonesia akan mengalami empat titik kritis setelah meninggalkan Tanah Air. Seluruh petugas haji harus mencermati dan melakukan antisipasi.
Direktur Bina Haji Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) Arsyad Hidayat menekankan hal tersebut saat apel pagi Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Tahun 1444 H/2023 M, di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Selasa (11/4).
Titik kritis pertama yakni gegar budaya. Menurut Arsyad, jemaah bisa kaget menghadapi karakter orang Arab. Misalnya cara bicara orang Arab yang terbiasa hidup di padang pasir cenderung berbicara dengan suara keras.
Baca juga:
"Ketika jemaah kita kurang mengerti petugas akan mengulang dengan keras. Jemaah kita bisa stress, 'kenapa saya dibentak-bentak?'," tutur Arsyad.
Titik kritis kedua, kata Arsyad, setiba jemaah di Madinah atau Mekkah. Sebagian besar mereka akan sangat bersemangat meninggalkan hotel untuk beribadah Arbain di Masjid Nabawi atau ibadah di Masjidil Haram.
Baca juga:
Mereka banyak yang lupa melakukan orientasi lokasi tempat tinggal. Akibatnya, ketika hendak kembali ke penginapan, mereka kesulitan bahkan tidak sedikit yang tersasar.
"Semangat rindu Kabah, rindu Masjidil Haram, rindu Masjid Nabawi, wajar mereka tersasar. Dari 400 yang meninggalkan hotel, hanya kembali 150, yang 250 jemaah mungkin baru bisa sampai ke hotel esok harinya," papar Arsyad.
Arsyad berpesan kepada para petugas agar meminta jemaah melakukan orientasi tempat tinggal tiap kali kedatangan pertama kali. Orientasi mulai dari nama hotel, ciri-ciri jalan tempat hotel tersebut dan tanda- tanda lain yang memudahkan untuk mengenali lokasi hotel.
"Kalau perlu setiap jemaah haji dibekali kartu hotel, untuk suatu saat jika mereka tersasar bisa minta pertolongan kepada siapapun, tidak terkecuali kepada petugas haji kita," tutur Arsyad.
Titik kritis ketiga, ketika jemaah menunggu ke puncak haji, yakni wukuf di Arafah pada 9 Zulhijjah. Arsyad mengungkapkan biasanya ada sekelompok jemaah yang mengisi waktu dengan melakukan umrah-umrah sunah.
Hal itu menguras energi jemaah, terutama bagi yang kondisi fisiknya kurang baik dan jemaah lanjut usia (lansia). Kondisi mereka drop ketika waktunya wukuf sehingga berpotensi tidak optimal wukuf atau bahkan tidak bisa melakukannya.
"Jangan demi melakukan ibadah-ibadah yang sunah, ibadah wajib malah tidak bisa melakukan," cetus Arsyad.
Titik kritis terakhir, ketika jemaah di Mina, seusai mereka menunaikan lempar jumrah aqobah pada 10 Zulhijjah. Ada yang memaksakan langsung ke Masjidil Haram untuk melakukan tawaf ifadah.
Padahal, pelaksanaan ibadah di Mina memerlukan aktivitas fisik yang tinggi. Di sisi lain, saat di Mina banyak jemaah yang tidak bisa tidur atau beristirahat yang cukup.
"Sementara di waktu yang sama mereka harus melakukan jumrah, tenda kita jaraknya 5 km sekali jalan. Dalam kondisi fisik yang lemah, aktivitas fisik berat, kondisi menurun," terang Arsyad.
Itu sebabnya tiap tahun angka kematian jemaah haji Indonesia meningkat drastis setelah melaksanakan ibadah di Mina. Mereka kelelahan.
Arsyad meminta pembimbing ibadah mengarahkan jemaah agar menyelesaikan ibadah di Mina hingga 12-13 Zulhijjah. Kemudian, ke hotel untuk beristirahat terlebih dahulu, baru melakukan tawaf ifadah.
Seluruh petugas haji pun diwanti-wanti senantiasa memakai seragam lengkap dengan rompi petugas. Hal itu agar mereka mudah dikenali jemaah dari Tanah Air yang memerlukan bantuan.
Indonesia akan memberangkatkan 221 ribu jemaah calon haji tahun ini, dimulai pada 24 Mei mendatang. Sebanyak sepertiga atau 66.943 jemaah masuk kategori lansia dengan usia 65 ke atas. (Z-3)
MAJELIS Ulama Indonesia (MUI Jawa Barat (Jabar), meminta agar Kementerian Agama (Kemenag), sebaiknya melakukan pengkajian secara matang.
Festival Ramadhan tahun ini bukan hanya tentang pembagian bingkisan semata, tetapi juga tentang semangat kolaborasi yang memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Sidang Isbat dihelat oleh Kemenag, sebagaimana amanah fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 2 tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.
Sidang yang bertepatan dengan 29 Zulqa’dah 1440H ini akan dipimpin oleh Dirjen Bimas Islam, Muhammadiyah Amin.
Pada kesempatan itu, Menag mengecek kamar-kamar jemaah haji, ketersediaan air minum, serta bagaimana distribusi makanan yang diterima jemaah haji selama ini.
Mekanisme dan pola pengawasan PIHK khususnya di bandara akan menjadi bahan evaluasi untuk memonitoring dan memantau pelaksanaan ibadah haji khusus tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved