PENELITI Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM) Zaenur Rohman menilai penurunan indeks korupsi Indonesia dari 38 menjadi 34 di 2022 sangat memperihatinkan.
Pasalnya, penurunan skor ini juga meliputi penurunan peringkat Indonesia dari 96 jadi 110 dunia.
Baca juga: UP Siap Wujudkan Jadi Universitas Berdasarkan Nilai-nilai Pancasila
Indeks political risk service (PRS) Indonesia di tahun 2022 memang turun hingga 13 poin di angka 35. Pada tahun 2021, PRS Indonesia mencapai angka 48.
“Penurunan ini sangat disayangkan, ini menunjukkan gagalnya strategi pemberantasan korupsi di Indonesia pada masa pemerintahan Jokowi,” tutur Zaenur kepada Media Indonesia, Selasa (31/1/2023).
Menurut Zaenur, fakta turunnya indeks persepsi korupsi menjadi warisan yang sangat buruk dari zaman pemerintahan Jokowi.
“Mengapa indeks persepsi korupsi itu turun drastis? Jawabannya adalah naiknya risiko korupsi politik,” tegasnya.
“Risiko korupsi meningkat drastis sehingga memperburuk korupsi di Indonesia,” tambahnya.
Artinya, kata Zaenur, di tahun 2022 itu banyak terjadi korupsi politik, atau yang berkaitan dengan konflik kepentingan pengusaha dan politikus.
“Konflik kepentingan para politisi dengan para pebisnis. Dan disertai dengan suap-menyuap soal izin ekspor dan impor,” terang Zaenur.
Maka, guna memperbaiki anjloknya angka indeks persepsi korupsi di Indonesia, pemerintah Jokowi harus segera mereformasi kepolisian, kejaksaan dan sistim hukumnya.
Tak hanya itu, perlu adanya reformasi dasar hukumnya yaitu KUHAP, karena banyak memberikan kewenangan besar kepada aparat penegak hukum.
“Segera lakukan reformasi di institusi, perbaiki KUHAP, perbaiki kesejahteraan para penegakan hukum. Perbaiki pengawasannya dengan membuat institusi pengawas independen. Guna meningkatkan kepolisian menjadi lembaga independen,” tuturnya.
Selanjutnya, kata Zaenur, pemerintah juga didesak segera mengesahkan RUU Perampasan Aset Hasil Kejahatan. Hal itu lantaran akan memberikan efek jera bagi para koruptor.
Bukan cuma itu, Zaenur pun mendesak pemerintah agar segera meluncurkan RUU pembatasan transaksi tunai.” Kalau penegak hukumnya sudah bersih, maka ibarat sapu bisa bisa menyapu korupsi di Indonesia,” pungkas Zaenur. (OL-6)