Kamis 22 Desember 2022, 12:06 WIB

Media Massa Harus Lepas dari Ketergantungan pada Google dan Facebook

Basuki Eka Purnama | Humaniora
Media Massa Harus Lepas dari Ketergantungan pada Google dan Facebook

Lampung Post/Putri Purnamasari
Pakar Komunikasi Digital Agus Sudibyo (tengah) di acara Uji Kompetensi Wartawan Media Group.

 

AGAR bisa bertahan hidup, media massa harus bisa melepaskan diri dari ketergantungan terhadap Google dan Facebook. Hal itu diungkapkan Pakar Komunikasi Digital Agus Sudibyo dalam rangkaian uji kompetensi wartawan yang diadakan lembaga penguji Media Indonesia di Jakarta, Kamis (22/12)

Menurut Agus, Google dan Facebook adalah frenemy (friend and enemy) bagi media massa.

"Google dan Facebook adalah teman karena Google dan Facebook membantu distribusi berita secara luas dan real time. Namun, keduanya juga merupakan lawan media massa karena menjadi pesaing untuk memperebutkan iklan dan pembaca," papar Agus.

Karenanya, lanjut Agus, media massa tidak boleh tergantung pada kedua platform itu.

Salah satu bentuk ketergantungan media massa pada Facebook dan Google adalah membuat judul yang klikbait.

"Jurnalisme klikbaik adalah jurnalisme yang mengikuti cara berpikir platform. Media massa membuat judul yang boombastis namun kadang tidak sesuai dengan isi," kata Agus.

"Padahal tidak ada publisher yang bisa sustain denhan memproduksi berita klikbait demi mendapatkan adsense. Hal itu karena media jadi tergantung dengan algoritma Google. Jika Google mengubah algoritmanya, media langsung kelimpungan. Media jadi rentan," lanjut penulis buku berjudul Media Madsa Nasional Menghadapi Disrupsi Media itu.

Untuk mencegah hal itu, Agus meminta media massa memiliki kemandirian relatif terhadap platform. Hal itu bisa terjadi jika direct access terhadap media lebih besar ketimbang indirect access.

Menurut Agus, itu berarti jumlah pembaca yang mencapai langsung portal media lebih besar ketimbang yang melalui platform lain seprti Google dan Facebook.

Agus menambahkan hal itu penting karena pengiklan mulai jengah karena di Facebook dan Google, iklan mereka ditempatkan di berita atau video yang tidak baik seperti berisi kekerasan, ujian kebencian, atau pornigrafi.

"Mengapa Facebook berubah nama menjadi Meta? Itu karena citra Facebook yang buruk dengan mengiklan. Misalnya ada iklan Toyota yang menempel dengan video anti-Yahudi. Kemudian iklan bedal Johnson and Johnson yang ada di video pemenggalan orang oleh IS," ungkapnya.

"Jadi, yang terpenting adalah reputasi bukan klikbait karena yang penting adalah reputasi. Saat publik tidak peduli dengan hal itu, pengiklan sangat peduli. Jika media massa ingin bertahan, mereka harus bisa melepaskan ketergantungan dari Google dan Facebook," pungkasnya. (Bas)

Baca Juga

MI/HO

Demi Kenyamanan Jemaah Haji, Maskapai Diminta Kooperatif, Informatif, dan Solutif

👤Media Indonesia 🕔Senin 05 Juni 2023, 09:56 WIB
“Maskapai, baik Saudia Airlines maupun Garuda Indonesia, harus lebih kooperarif dalam menginformasikan setiap perubahan atau...
DOK.BPIP

Kepala BPIP Tegaskan Peranan Budaya dan Ulama di Harlah Pancasila di Ciamis

👤mesdiaindonesia.com 🕔Senin 05 Juni 2023, 09:47 WIB
Prof Yudian berpesan kepada para budayawan dan ulama Ciamis untuk tetap menjaga toleransi, persatuan dan gotong royong sebagai kunci...
MI/HO

Konsultan Ibadah Daker Makkah Siapkan Layanan Daring dan Luring

👤Media Indonesia 🕔Senin 05 Juni 2023, 09:45 WIB
"Kementerian Agama sudah melakukan pembinaan manasik sejak di tanah air. Namun, tingkat pemahaman jemaah memang...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya