Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Industri Peternakan Ayam dan Babi Berdampak pada Krisis Iklim

Atalya Puspa
09/9/2022 12:47
Industri Peternakan Ayam dan Babi Berdampak pada Krisis Iklim
Peternakan babi.(Dok MI)

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh World Animal Portection (WAP), industri peternakan ayam dan babi berdampak pada krisis iklim. Penelitian yang dilaukan di Eropa, Amerika Serikat, Brazil dan Tiongkok itu menemukan bahwa emisi dari budidaya ayam setara dengan emisi yang dikeluarkan 29 juta mobil selama satu tahun.

Manajer Kampanye WAP Indonesia Rully Prayoga mengungkapkan, selain menghasilkan emisi, peternakan ayam dan babi juga menghabiskan lahan. Satu juta kilogram daging ayam, yang dibudidayakan di industri peternakan membutuhkan hampir 4,3 juta meter persegi lahan yang digunakan untuk pakan ternak. Sementara satu juga kilogram daging babi yang dibudidayakan di industri peternakan membutuhkan sekitar 5,8 juta meter persegi untuk pakan ternak.

"Hal itu setara dengan lapangan sepak bola yang seharusnya bisa menampung 1,45 juta pohon," kata Rully dalam keterangan resmi, Jumat (9/9).

Selanjutnya, menurut dia, untuk setiap 100 kalori tanaman yang dijadikan pakan hewan ternak, hanya 17-30 kalori yang akhirnya memberi makan manusia. Daging dan susu hanya menyediakan 18% dari keseluruhan kalori dan 37% protein untuk manusia, tetapi mereka menggunakan 83% lahan pertanian.

"Oleh karena itu, jauh lebih baik menanam tanaman yang memberi makan manusia secara langsung melalui sebagian besar pola makan nabati. Keempat, metana dari kotoran babi di industri peternakan menyumbang 21% dari keseluruhan emisi daging babi untuk Belanda, 22% untuk AS, dan 24% untuk Brasil," ucapnya.

Untuk itu, ia menilai perlu adanya pemberlakuan moratorium selama 10 tahun pemberian izin baru industri peternakan. Karena dampak iklim dari peternakan ini menempatkan pencapaian tujuan Perjanjian Iklim Paris dan masa depan yang aman bagi iklim di luar jangkauan.

"Slogan yang perlu disebarluaskan adalah makan lebih sedikit dan lebih baik. Praktik kekejaman hewan di industri peternakan harus diakhiri. Kesimpulan dari riset WAP menegaskan bahwa tidak ada alasan untuk menunda peningkatan standar kesejahteraan hewan untuk hewan yang tersisa di industri peternakan dengan alasan iklim. pemerintah harus memperkenalkan standar minimum wajib kesejahteraan hewan ternak," beber dia.

Rully mengatakan bahwa Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai national focal point Indonesia, dapat mengambil peran utama dalam mengubah sistem pangan masa depan yang lebih tahan iklim. Menurutnya, laporan IPCC terbaru tentang kebijakan mitigasi yang telah disepakati semua negara anggota UNFCC, termasuk Indonesia, menegaskan bahwa setiap pihak harus bersama-sama mengatasi krisis iklim saat ini juga.

"Konsumen dapat mendesak pemerintah untuk meminta pertanggungjawaban industri peternakan yang besar. Kami akan menyambut langkah-langkah menuju cara yang lebih manusiawi dan berkelanjutan untuk menyiapkan pangan dunia,” kata Rully. (OL-12)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Retno Hemawati
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik