KEPALA Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI) Masdalina Pane menilai penanganan hepatitis akut di daerah-daerah harus meningkatkan fasilitas puskesmas.
"Fasilitas puskesmas perlu ditingkatkan agar pemeriksaan lab Hepatitis A, B, C, D, dan E dan SGOT/SGPT bisa dilakukan puskesmas tertentu. Kita menyebutnya puskesmas satelite, terutama yang jauh dari rumah sakit," kata Masdalina saat dihubungi, Senin (16/5).
Baca juga: Virus Hendra Bisa Mengancam Kuda dan Manusia
Diketahui pemeriksaan Serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) pada pemeriksaan hepatitis akut yang belum diketahui etioliginya untuk melihat dua macam enzim yang berhubungan dengan kerusakan hati.
SGOT dan SGPT merupakan enzim yang diproduksi oleh sel hati. Ketika sel hati rusak enzim ini dilepaskan dan kadarnya dalam darah menjadi tinggi. Jika nilai SGOT dan SGPT 100 maka harus dirujuk ke rumah sakit terdekat.
Kita tahu bahwa sudah banyak daerah yang terpapar hepatitis akut. Sebaran pasien antara lain 12 pasien dari Jakarta, kemudian dari Kepulauan Babel, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur yang masing-masing 1 pasien.
Masdalina menjelaskan Hepatitis Akut yang belum diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis of Unknown Etiology) bisa disebabkan mikroorganisme (virus dan bakteri) atau bukan mikroorganisme seperti keracunan obat, alkohol dan lainnya.
"Selama penyebabnya belum diketahui tentu belum bisa dipastikan moda penularan dan pencegahannya. Definisi operasional probablenya malah harus non Hepatitis A, B, C, D, dan E," jelas Masdalina.
"Di ICD X maupun ICD XI (International Classification of Disease) selalu ada puluhan diagnosis unknown, jadi tidak perlu diduga-duga apa penyebabnya, cari seluruh kemungkinan, jika tidak ketemu ya masuk di klasifikasi unknown etiology, manusia dan teknologi juga punya banyak keterbatasan," pungkasnya. (OL-6)