Headline
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan
BERKULIAH di prodi seni rupa di Universitas Negeri Semarang (Unnes) bukan hanya membawa Dina Adelya melahirkan sejumlah karya seni. Sejak kuliah, ia pun jadi punya hobi membuat produk seni (art merchandise) siap pakai, seperti anting-anting, atau tas bambu dan tas sulam kain perca. Dina bahkan telah merintis bisnis produk seninya sejak lima tahun lalu di bawah merek Ayumu Gendout’s.
Mulanya, ia paling cuma bisa memproduksi beberapa item sebagai hobi di sela kegiatannya mengajar seni di sekolah. Ada alasan yang mendasari Dina menyeriusi bisnis produk seninya itu. Antara lain, ketika ia membeli produk fesyen maupun pernak-pernik, selalu menemukan yang nyaris serupa dan itu-itu saja.
Hal itu pula kemudian yang menjadi prinsip di Ayumu Gendout’s. Dina mendesain produknya menjadi barang yang eksklusif, satu desain untuk satu produk. Kalaupun diproduksi lebih dari satu, ia membatasi hingga maksimal lima buah untuk satu desain.
“Saya bikin brand ini dari ketika masih kuliah di Semarang, tapi baru diseriusi saat pulang ke Jambi. Cuma, sayangnya di Jambi produk saya dibilang aneh, atau terlalu colorfull. Nah mungkin memang pasarnya belum terbentuk di sana. Ketika awal, bener-bener enggak nemu pasarnya. Jarang laku,” kata Dina saat dihubungi Media Indonesia melalui sambungan telepon, Kamis (31/3).
Namun, Dina diuntungkan dengan kehadiran ekosistem digital. Ia pun melancarkan bisnisnya dengan memanfaatkan platform Instagram dan lokapasar digital (e-commerce) Moselo, platform yang berspesifikasi menjembatani para pemilik produk kriya tangan.
Dari dua kanal tersebut, Dina menemukan pasar di luar Jambi, yang memang mayoritas berasal dari beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta dan Yogyakarta. Dina mengaku memang tidak banyak membuka kanal pemasaran digital yang lebih beragam. Menurutnya, dengan berfokus pada platform tertentu juga akan lebih memudahkan calon pembeli untuk melihat produknya.
“Itu juga mempertimbangkan dari sisi produksi, jualan, dan branding, yang semuanya masih saya lakukan sendiri. Selama lima tahun ini juga dikerjakan sendiri semuanya karena memang di Jambi cukup sulit untuk menemukan pekerja yang mau ikut membangun produk seni seperti ini. Itu yang juga masih jadi tantangan,” tambah Dina.
Peran Inacraft
Terakhir, Dina membawa Ayumu Gendout’s di pameran kriya tangan Inacraft 2022 yang berlangsung di JCC Senayan, Jakarta, akhir Maret. Keikutsertaannya berawal dari dia mendaftarkan produknya untuk dikurasi oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Setelah melalui beberapa tahap, produknya pun menjadi salah satu dari 15 produk UMKM yang lolos kurasi dan berhasil ikut pameran.
Mulanya, Dina enggan ikut men-submit profil produknya untuk Inacraft karena sebelumnya ia kerap gagal mengikuti program kurasi. Namun, kali ini ia memutuskan untuk mencobanya karena menurutnya profil branding produknya di media sosial juga sudah dibenahi menjadi lebih mumpuni.
“Di Inacraft 2022 saya membawa 20-an produk tas lukis dan sekitar 40-an produk anting-anting, dan itu selama tiga hari ludes terjual. Dari situ juga kemudian bisa banyak belajar dari teman-teman brand lain, mendapat masukan, dan ada tawaran kerja sama.”
Dina mengaku sudah mendapat tawaran dari Toserba Alun-Alun Indonesia yang berdomisili di Jakarta. Dia diminta menyediakan dalam sekali pengiriman minimal satu produk berjumlah 20 item. Hal itu pula yang memicu Dina untuk mencari pekerja produksi agar bisa memenuhi kebutuhan pasar. Saat ini, Ayumu Gendout’s baru bisa memproduksi 20 item tas lukis dan sekitar 30 anting-anting per bulan.
“Dengan adanya tawaran itu, setidaknya minimal dalam sebulan harus memproduksi 40-an item untuk satu produk. Makanya harus cari pegawai,” tegas Dina.
Dari pameran di Inacraft tersebut, eskalasi omzet Ayumu Gendou’ts naik dari saat di awal Rp5 juta menjadi Rp15 juta-Rp20 juta dalam sebulan. Saat ini Dina mengaku memang masih berfokus pada sisi b2c (business to consumer) ketimbang menggarap sisi b2b (business to business). Alasannya, kembali pada prinsip yang dibawa Ayumu Gendout’s yang ingin memberikan eksklusivitas desain di tiap produk.
Dina kini mengaku sedang mempelajari instrumen ekspor mengingat permintaan juga datang dari calon pembeli di luar negeri. Ia pun tak keberatan jika ada kerja sama yang mampu mengurus perihal ekspor produknya di masa mendatang. Adapun untuk sisi b2b, dia memang berkeras tidak berfokus di sana. Siasatnya, ia mematok harga produk dengan lebih tinggi, mempertimbangkan pada kustomisasi desain yang dibuat.
“Saat ini rentang harga produk di Ayumu untuk tas, misalnya, berkisar dari Rp150 ribu-Rp350 ribu, bergantung pada desain dan ukuran. Untuk anting, dari Rp35 ribu-Rp75 ribu. Ke depan saya malah pengen bekerja sama dengan seniman, brand lain, melakukan kolaborasi,” kata seniman yang masuk daftar 40 nominasi Basoeki Abdullah Art Award Remitologisasi Museum Basoeki Abdullah pada 2019.
Optimasi digital
Saat ini Dina masih dalam upaya mengoptimalkan digitalisasi untuk merek produknya. Selain di Instagram dan Moselo, ia kini juga menggunakan TikTok untuk melihat perbedaan pengalaman pasar. Selain mengunggah foto, Dina belakangan juga kerap membagikan video-video di balik proses produksi produk Ayumu Gendout’s.
Ia juga perlahan berinvestasi pada beberapa peralatan yang bisa mendukung konten branding dan penjualan, seperti membeli kamera dan beberapa peralatan pendukung seperti tata cahaya serta peralatan studio mini. Untuk itu, Dina merogoh kocek Rp5 juta.
“Beberapa waktu lalu sempat cari pegawai untuk mengelola media sosial paruh waktu. Tapi gajinya sesuai kesepakatan karena memang belum mampu bayar seperti brand lain yang untuk produksi kontennya saja bisa berapa juta per bulan. Ini sembari sebagai latihan ketika nanti secara omzet juga sudah lebih mumpuni. Jadi saya bisa lebih fokus di produksi.”
Ketika datang di Inacraft, Dina juga dapat banyak masukan dari sejawat pelaku usaha untuk melakukan optimasi iklan digital di media sosial agar audiensnya diatur spesifik di kota-kota besar seperti Bandung, Yogyakarta, Bali, Makassar, dan Jakarta, yang lebih bisa menerima produknya sehingga pasarnya pun bakal terbuka lebih luas.
Sebagai pelaku UMKM yang saat ini tengah menuju pengembangan instrumen digital produknya, Dina juga memberikan catatan dari perjalanannya selama lima tahun bersama Ayumu Gendout’s.
“Ketika kemarin ikut serta di pameran Inacraft di Jakarta, juga membuat sadar bagaimana kita para pemilik UMKM untuk bisa mengikuti perkembangan digital yang serbacepat. Termasuk sistem pembayaran yang kini juga serba-cashless. Untuk mereka yang berasal dari daerah, tentu ini jadi tantangan tersendiri. Mau tidak mau memang harus belajar bagaimana mengikuti perkembangan zaman di era digital, dan itu menjadi penting.” (M-4)
Biodata:
Merek usaha: Ayumu Gendout’s
Nama pemilik: Dina Adelya
Tempat, tanggal lahir: Blora, 8 Februari 1991
Pendidikan: Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang (Unnes)
Penetrasi asuransi masih rendah di kisaran 1,4%-2,7%. Kesenjangan perlindungan tetap menjadi tantangan besar, terutama di daerah perdesaan dan terpencil.
Transcosmos Indonesia (TCID), penyedia layanan omni channel contact center dan digital marketing, merayakan 12 tahun kiprahnya di Indonesia.
ADA sejumlah tantangan digitalisasi yang dihadapi oleh dewan kemakmuran masjid (DKM), seperti belum optimalnya pemanfaatan website dan terbatasnya literasi digital pengurus DKM.
DI tengah dunia yang semakin sibuk dan bising, kemampuan untuk mendengarkan menjadi keterampilan yang makin langka dan sering kali diabaikan.
Langkah ini merupakan strategi Aleph untuk memperkokoh posisi sebagai pemimpin transformasi digital yang menghubungkan pasar global dengan kawasan Asia Pasifik.
Salah satu langkah strategis yang kini mulai diadopsi adalah penggunaan barcode atau QR code sebagai identitas digital untuk menjamin keaslian barang.
Asmindo akan menyelenggarakan pameran IFFINA+ 2025 pada 17-20 September 2025 mendatang di ICE BSD Tangerang.
Kita bisa membuat sendiri masker untuk merawat kulit wajah. Caranya mudah, cukup sediakan tisu bambu dan manfaatkan produk skincare yang ada di rumah.
Produk tisu ini merupakan inovasi pengembangan produk tisu yang terbuat dari serat pohon bambu alami yang ramah lingkungan.
CIREBON memiliki segudang potensi usaha yang terkenal, potensi usaha masyarakat yang dari Cirebon salah satunya potensi kerajinan yang berbahan dasar rotan.
Penggunaan material kayu dari sumber yang berkelanjutan merupakan bentuk toleransi dan adaptasi manusia terhadap perubahan iklim.
rumah adat Jawa Barat dengan karakteristik bentuk yang menjunjung unsur hewan dan tumbuhan serta menggunakan bahan alami sebagai simbol kesederhanaan
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved