Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
POPULASI Anggrek Kantung (Paphiopedilum javanicum) di alam semakin berkurang. Eksploitasi yang tidak terkendali telah menyebabkan tanaman tersebut kian terancam.
Usaha perbanyakan jenis anggrek ini pun telah dilakukan Peneliti Kebun Raya Bali BRIN untuk mengembalikan populasinya di alam. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga telah menetapkan melalui PerMen LHK No.106 tahun 2018 sebagai anggrek yang dilindungi.
Hal tersebut menyebabkan Anggrek Kantung tidak diperkenankan dikirim keluar dari negara asalnya untuk keperluan komersial. Sedangkan untuk tujuan penelitian diperkenankan. Syaratnya, harus mengikuti prosedur resmi dan pengawasan yang sangat ketat dari pihak terkait.
Kebun Raya Bali BRIN telah berhasil mengkonservasi Anggrek Kantung endemik Bali yang diambil dari habitat aslinya di lereng Bukit Pengelengan, Bedugul Bali. Menurut Gede Tirta, peneliti anggrek di Kebun Raya Bali, Bukit pengelengan merupakan habitat alami bagi Anggrek Kantung jenis P. javanicum. “Di Bukit Pengelengan merupakan habitat alaminya,” ungkapnya dalam keterangan resmi, Minggu (23/1).
Tirta menjelaskan, beberapa kali telah memonitor keberadaan anggrek tersebut. Awalnya ditemukan lokasi yang banyak ditumbuhi P. javanicum namun pada monitoring terakhir jenis anggrek tersebut tenyata sudah tidak ditemukan lagi pada lokasi yang sama.
“Sepertinya sudah dipanen oleh para pengumpul anggrek, tanpa menyisakan satu pun anakannya. Ini tantangan bagi kami peneliti untuk mengembalikan populasi dan menjaga kelestarian anggrek tersebut di alam, ” jelasnya.
Sejak tahun 2007, Ema Hendriyani peneliti anggrek di Kebun Raya Bali juga telah melakukan penelitian perbanyakan Anggrek Kantung jenis P. javanicum. Perbanyak yang ia lakukan menggunakan teknik kultur jaringan. “Pada tahun 2012 anakan dari hasil kultur jaringan memasuki tahap aklimatisasi,” imbuhnya.
Diterangkannya, aklimatisasi adalah proses adaptasi suatu organisme terhadap suatu lingkungan baru yang akan dimasukinya. “Nah, pada proses aklimatisasi ini anakan P. javanicum tidak mengalami pertumbuhan yang sangat baik,” jelasnya.
Menindaklanjuti temuan tersebut, Ema bersama beberapa rekan melanjutkan penelitian untuk meningkatkan pertumbuhan anakan pada proses aklimatisasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemupukan cair terhadap pertumbuhan vegetatif anakan P. javanicum selama tahap aklimatisasi.
Pupuk cair Beyonic StarTmik diberikan dengan lima dosis berbeda yang dianggap sebagai perlakuan 0, 10, 20, 30 dan 40 mL. Sebanyak 10 anakan untuk setiap perlakuan dianggap sebagai ulangan. Dalam penelitian ini diamati pertumbuhan vegetatif P. javanicum dengan parameter kuantitatif dan kualitatif.
Data kuantitatif dianalisis dengan ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan, persentase kelangsungan hidup anakan yang tinggi diamati sebesar 98% dan dosis pupuk cair 30 mL memberikan pertumbuhan vegetatif anakan P. javanicum yang optimal dengan tinggi rata-rata 2,2 cm dan jumlah daun 13 buah.
“Dari hasil penelitian kami mendapati penurunan persentase kelangsungan hidup tanaman pada minggu ke enam setelah dikeluarkan dari botol kultur,” bebernya.
Dia mengatakan daun yang layu dan menjadi kering disebabkan karena anakan tidak mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan selama tahap aklimatisasi. Salah satu karakter anakan hasil kultur jaringan (in vitro) adalah ketidaklengkapan fungsi stomata dan kutikula daun.
Hasil penelitian tersebut telah diterbitkan pada Jurnal Biodjati 4(2):291-297, November 2019 dengan judul GROWTH OF SLIPPER ORCHID Paphiopedilum javanicum (Reinw. ex Lindl.) Pfitzer DURING ACCLIMATIZATION STAGE .
“Tentunya jika kita telah berhasil menemukan cara perbanyakan P. javanicum , kita bisa mengembalikannya ke habitat aslinya sehingga jenis anggrek ini akan lestari di alam. Informasi dan data yang lebih lengkap untuk perlakuan anakan P. javanicum dapat dibaca di jurnal yang telah terbit,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Paphiopedilum javanicum dikenal dengan sebutan Anggrek Kantung atau Anggrek Selop. Penyebutannya merujuk pada bentuk bibir bunga yang termodifikasi menyerupai sebuah kantung atau selop. Karakter unik inilah yang menjadikannya sangat diminati oleh para pecinta anggrek.(H-2)
SEJAK tsunami Pangandaran pada 2006, tim peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN menyimpulkan bahwa tsunami raksasa di selatan Jawa memang pernah terjadi berulang. R
Sesar di Semarang ini sudah pasti ada dan sudah pasti aktif karena ditemukan batuan ataupun endapan yang jadi indikatornya.
Periset Pusat Riset Hortikultura BRIN Fahminuddin Agus menyatakan lahan gambut merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar, terutama jika tidak dikelola dengan baik.
Menurut Hanarko Djodi Pamungkas, ketahanan pangan harus dibarengi dengan tanggung jawab menjaga laut dari pencemaran.
PENELITI Gender dari Pusat Riset Politik BRIN Kurniawati Hastuti Dewi mengatakan, tindakan khusus sementara diperlukan untuk memperkuat keterwakilan perempuan di politik.
INDONESIA melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) akan menjadi tuan rumah gelaran World Science Forum (WSF) ke-12 pada 2026. Ini menandai pertama kalinya WSF diselenggarakan di Asia.
KOTA Batu tak hanya lekat dengan suguhan pemandangan alam, kabut, dan kesejukan udara, tetapi juga hamparan perbukitan dan perkebunan milik warga hadir memanjakan mata.
Hobi merawat tanaman menjadi salah satu bentuk self-care yang digemari banyak orang
Kreatif! Sulap botol bekas jadi tanaman hias unik & cantik. DIY mudah, hemat biaya, percantik rumahmu! Tutorial lengkap di sini.
Tips merawat tanaman hias untuk pemula agar subur & cantik! Panduan lengkap cara menyiram, memupuk, & memilih tanaman yang tepat. Klik sekarang!
Tumbuhan hias selain sebagai hiasan untuk ruangan tanaman hias juga bisa dijadikan alternatif untuk penghilang bau tak sedap secara alami
Aglaonema, Cantik, Tahan Panas & Hujan. Aglaonema: Pesona tanaman hias tahan banting! Cantik memikat, kuat hadapi panas & hujan. Ideal percantik rumah Anda.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved