Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
DAI milenial atau juga dikenal Habib Milenial, Habib Husein Ja'far Al Hadar mengatakan stigma Islamophobia muncul akibat dari hal-hal sifatnya radikalisme dan terorisme itu sendiri.
“Jadi justru penyebab Islamophobia itu adalah radikal terorisme, kalau upaya pengentasan radikal terorisme dianggap sebagai sebab munculnya Islamophobia, hal ini adalah logika yang amburadul,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Rabu (14/10).
Hal itu dikatakannya menanggapi narasi dari kelompok-kelompok atau oknum yang menyebut penanggulangan paham radikal terorisme yang mengatasnamakan agama oleh pemerintah dan pemangku kepentingan terkait sebagai Islamophobia.
Ia memandang upaya penanggulangan terorisme yang dilakukan oleh pemerintah merupakan langkah penyelamatan untuk melindungi nilai-nilai Islam dari hal-hal yang bisa menyebabkan terkotorinya ajaran agama Islam yang mulia dan rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam).
“Saat ini misalnya, Indonesia adalah kiblat bagi Islam dunia, karena Islam yang moderat. Jadi ketika Islamophobia menjadi tuduhan, justru dari sana kita semakin yakin bahwa langkah kita (dalam penanggulangan terorisme) benar. Karena kita menyelamatkan umat Islam dari orang-orang yang ingin membuat Islam sebagai sesuatu yang tunduk kepada kepentingan mereka,” tuturnya.
Pria yang meraih gelar Magister bidang Tafsir Qur’an dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini juga menjelaskan dua alasan dasar penyebab masyarakat kerap tidak menyadari dan mudah terpancing kepada gerakan makar yang bisa memecah persatuan bangsa.
“Yang pertama, adalah kurang pahamnya orang-orang atau kelompok itu terhadap Islam yang bersumber dari kebodohan. Karena kebodohan, keawaman, ketidakpahaman itu bisa menjadi bencana besar bagi umat Islam. Mereka (kelompok atau oknum) itu memahami seolah olah agama Islam itu harus keras, jihadnya itu harus berperang dan lain sebagainya,” katanya.
Lalu yang kedua, menurutnya adalah ketidakjernihan dalam hati. Hati mereka dikotori oleh nafsu, kepentingan pragmatisme dan lain sebagainya, sehingga bukan mereka yang menjadi hamba bagi agama Islam, tetapi agama Islam dijadikan alat untuk propaganda kepentingan mereka. Masih banyak masyarakat yang belum sadar bahwasanya lahirnya bangsa Indonesia ini merupakan nikmat dan rahmat Allah SWT yang tidak dimiliki bangsa lain.
“Kita perlu menyadari itu bahwa kita memiliki sesuatu yang sangat besar. Kita di Indonesia punya Pancasila dari awal sampai sekarang itu abadi. Di mana Pancasila itu adalah sesuatu yang merukunkan dan mempersatukan kita. Oleh karena itu Pancasila ini perlu dijaga,” ujarnya.
Pria yang menjabat sebagai Direktur Akademi Kebudayaan Islam Jakarta ini mengungkapkan, untuk menjaga rahmat dan nikmat yang diberikan Allah SWT serta untuk menjaga diri agar tidak mudah terpapar ideologi lain menurutnya dengan menyadari bahwa Pancasila yang kita miliki saat ini adalah sesuatu yang sudah sesuai dengan berbagai nilai yang kita yakini, yakni nilai-nilai luhur.
“Pertama kalau kita bicara nilai luhur kemanusiaan, Pancasila itu telah melindungi seluruh nilai-nilai kemanusiaan kita. Keadilan dan lain sebagainya, dilindungi olehnya. Kemudian kalau kita bicara tentang keislaman, nilai kebangsaan dalam Pancasila itu sudah sesuai dengan nilai-nilai keislaman yang ada, Pancasila itu tegak lurus dengan piagam Madinah,” jelas pria yang juga kerap berdakwah melalui kanal Youtube ‘Jeda Nulis’ ini.
Aktivis di Gerakan Islam Cinta ini memandang perlunya militansi para tokoh agama dan masyarakat untuk secara intensif menyebarkan dan mengajarkan nilai-nilai agama yang moderat dan nilai kebangsaan sesuai kemampuan dan kapasitasnya masing-masing, baik melalui media sosial, ceramah-ceramah, dan buku-buku yang mereka tulis.
Selain itu, menurut Habib Husein pemerintah juga memiliki peran penting dalam hal ini. Pertama bekerja sama dengan masyarakat dalam fungsi preventif (pencegahan) terhadap radikal terorisme dan pemerintah yang bertugas menindak tegas sesuai hukum yang ada.
Menurutnya kerja sama yang harus dilakukan bersama masyarakat di hulu sedangkan pemerintah di hilirnya.
Selain itu, pemerintah juga harus mendukung masyarakat sipil dalam bekerja mengatasi radikal terorisme ini di hulu. (Ant/OL-09)
PRESIDEN Prancis Emmanuel Macron baru-baru ini menuai kecaman dari umat muslim di dunia karena mengaitkan Islam dengan terorisme.
SELASA, 17 November lalu, dua anggota kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur tewas di tangan Satuan Tugas Tinombala.
DI tengah aksi teror, warga selalu jadi korban. Di Sulawesi Tengah, yang terbaru ialah pembunuhan empat warga dan pembakaran enam rumah di lokasi transmigrasi Levono,
Wilayah Poso identik dengan serangkaian konflik yang berujung pada kericuhan.
TERORIS merupakan ancaman serius yang setiap saat dapat membahayakan keselamatan bangsa dan Negara serta kepentingan nasional.
NAMANYA Muhammad Basri. Sehari-hari, ia dipanggil Bagong. Pria asal Poso, Sulawesi Tengah, itu juga dikenal sebagai tangan kanan Santoso
FPHW secara tegas menolak berkembangnya organisasi masyarakat yang teridentifikasi dan menganut paham intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Pancasila dan khilafah tidak bisa hidup berdampingan di Indonesia. Salah satunya harus dikorbankan.
SOSOK Prof Yudian Wahyudi menjadi salah satu lulusan pesantren yang berhasil di dunia akademik. Dari Pesantren Termas di Pacitan, Jawa Timur.
KARENA Indonesia negara multikultural, munculnya potensi radikalisme menjelang pilkada serentak 9 Desember 2020 masih sangat tinggi.
Paham radikalisme tumbuh subur di masyarakat karena tidak sedikit orang yang baru belajar agama tidak mampu menafsirkan ilmu itu dengan baik.
Kelompok teroris tersebut bahkan telah melakukan penggambaran untuk serangan tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved