Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Dana Darurat bagi Kelompok Marginal

Fathurrazak
09/9/2021 06:10
Dana Darurat bagi Kelompok Marginal
Covid Crisis Solidarity Fund(Dok. CCSF)

SITUASI pandemi yang semakin parah pada Juli lalu membuat beberapa lembaga dan aktivis LGBTQ+ yang ada di Indonesia, Australia, dan Inggris berjejaring. Mereka merespons dengan meluncurkan kanal donasi di GoFundMe, semacam platform urun dana internasional.

Penggalangan dana yang dilakukan di Inggris dan Australia, seluruhnya dialokasikan untuk memberikan bantuan bagi kelompok marginal di Indonesia. Mereka yang dituju di antaranya anak dan orang yang tinggal di jalanan, ibu dan anak dengan HIV, pekerja seks, transpuan, transgender, queer, kelompok disabilitas, dan kelompok rentan lain.

Mekanismenya, mereka yang membutuhkan dana darurat bisa mengontak atas nama individu maupun komunitas, mengisi formulir dengan menyebutkan estimasi kebutuhan, lalu mereka akan diberikan dana tunai via transfer bank. Untuk komunitas, mereka bisa mewakili beberapa individu yang memang membutuhkan.

Inisiatif yang kemudian dinamakan Covid Crisis Solidarity Fund itu di antaranya digawangi oleh Ahmad Syaifuddin (Harapan Fian Yogyakarta), Purba Widnyana (GAYa Nusantara), Odile ‘Alex’ Gotts, Beau Newham, Porter ‘PJ’ Jacobs, dan penulis queer yang juga aktivis Nurdiyansah Dalidjo.

“Awal mula aku dan Alex, dia di Australia. Kami waktu itu melihat situasi covid awalnya cukup buruk bagi teman-teman marginal. Mereka yang di jalanan, baik anak-anak, dewasa, dan teman-teman transpuan. Kemudian Alex berinisiatif mengumpulkan dana, dan Yayasan Harapan Fian yang mengelola,” terang Ahmad Syaifuddin, Direktur Harapan Fian, organisasi yang berfokus pada pendampingan kelompok marginal dan berbasis di Yogyakarta, saat dihubungi Media Indonesia melalui konferensi video, Senin (6/9).

Tujuan utama CCSF ialah memberikan dana darurat sebagai respons cepat bagi komunitas terdampak sehingga mereka yang terpapar virus, termasuk yang sedang menjalani isoman, bisa mendapat bantuan cukup. Selain itu, dana juga disediakan bagi mereka yang terdampak secara ekonomi sehingga setidaknya juga turut memperkecil risiko tertular akibat harus keluar rumah mencari penghasilan.

Dana yang disediakan tidak hanya terbatas untuk keperluan perawatan covid. Pengakses juga boleh menggunakannya untuk kebutuhan sembako, bahkan untuk meng-cover biaya sewa tempat tinggal dalam jangka waktu tertentu.

Dalam mengakses dana darurat tersebut juga tidak ada batasan maksimal nominal. Bergantung pada kebutuhan pengaksesnya. Untuk distribusi dan pendataan pun kemudian dibagi ke beberapa wilayah. Ahmad Syaifuddin (Didin) bertugas mengurusi wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Purba untuk wilayah Jawa Timur dan Indonesia bagian timur. Adapun Nurdiyansah (Diyan) bertugas untuk wilayah Sumatra, Jawa Barat, dan Jabodetabek. Dari rekap data per 24 Agustus 2021, setidaknya CCSF sudah mendistribusikan bantuan dana darurat ke 21 kota untuk 571 individu dan 17 komunitas.

“Tantangan teman-teman marginal di masa pandemi ini sama dengan di banyak daerah. Akses obat susah, tidak ada fasilitas isoman, termasuk akses berobat ke puskesmas, misalnya. Dan, karena fokus kami juga ke teman-teman dengan identitas seksual minoritas, mereka yang sebelum pandemi saja sudah termarginalkan, pada pandemi ini semakin termarginalkan lagi,” tambah Purba, Communications Officer Yayasan GAYa Nusantara, organisasi yang berfokus pada advokasi kesetaraan LGBTIQ+ yang berbasis di Surabaya, dalam kesempatan sama dengan Didin.

 

Kerap terpinggirkan

Diyan menambahkan, di tengah situasi pandemi, kelompok identitas gender minoritas yang selama ini dipinggirkan juga semakin tersudut. Mereka yang menurut Diyan banyak bekerja di sektor informal, seperti pengamen dan pekerja salon, tidak memiliki sumber pendapatan lain sata pandemi. Berbagai kebijakan pembatasan pemerintah tanpa pemberian jaminan sosial pun kian memberatkan mereka untuk tetap bertahan.

“Sementara akses bantuan pemerintah, birokrasinya tidak sensitif terhadap situasi yang dihadapi kawan-kawan ini. Sebab itu, CCSF fokusnya ke kelompok marginal dan minoritas. Mereka menghadapi berbagai tantangan yang bisa jadi berlipat bila dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya.”

CCSF juga kemudian menjadi semacam pernyataan sikap dan kritik atas kebijakan pemerintah yang tidak melibatkan kelompok marginal dan minoritas pada skema pemberian jaring pengaman dalam situasi darurat seperti pandemi saat ini.

Bagi Diyan, CCSF menjadi salah satu cerminan bahwa situasi sesulit apa pun bisa dilampaui dengan upaya solidaritas. Bahkan, menurutnya, ini menjadi semacam bentuk solidaritas lintas batas karena mereka yang terlibat berasal dari lintas negara, juga lintas keberagaman identitas gender.

“Solidaritas di tengah pandemi ini betul-betul jadi pembelajaran untuk kita saling berempati dan menegaskan kepedulian sesama yang interseksionalitas.” (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya