Industri tekstil menjadi pemasok kebutuhan sandang masyarakat modern saat ini. Sebagai salah satu industri yang menyediakan kebutuhan pokok masyarakat, industri tekstil dituntut untuk selalu memenuhi permintaan akan produk-produk tekstil sesuai dengan selera maupun tren yang sedang diminati oleh pasar.
Cepatnya perubahan tren dalam industri tekstil salah satunya menyebabkan tingginya limbah yang dihasilkan oleh industri satu ini. Limbah-limbah ini dapat berasal dari proses produksi pakaian itu sendiri maupun pakaian bekas yang dibuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Data secara global menunjukkan bahwa sebanyak 92 ton per tahun limbah tekstil dihasilkan. Jumlah ini setara dengan satu truk sampah yang datang ke TPA setiap detiknya,” tutur Syarifa Yurizdiana, aktivis Zero Waste Indonesia dalam keterangan resmi Universitas Airlangga (Unair), Selasa (24/8).
Baca juga: LIPI Temukan Fitoplankton Berbahaya di Teluk Kodek
Diana, sapaan akrabnya, juga menjelaskan bahwa secara global rata-rata perempuan menggunakan satu pakaian mereka sebanyak 7 kali. “Kalau memang sampai seperti itu, apakah ini memang salahnya yang memproduksi (marketing) atau memang kitanya sendiri yang secara nggak sadar ternyata nggak puas sehingga terus-terusan untuk membeli baju,” tegas Diana.
Menurut Diana, terdapat beberapa cara untuk mengurangi limbah tekstil di lingkungan. Salah satunya adalah dengan menerapkan konsep sustainable fashion atau fashion berkelanjutan.
“Tujuannya yaitu diusahakan bisa memakmurkan dan memberikan kerugian seminimal mungkin baik dari sisi konsumen maupun produsen. Dan ini tentunya nggak hanya untuk lingkungan kita aja, tapi juga seluruh pihak-pihak yang ada di dalamnya,” tutup Diana.(H-3)