Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Mengenal Alam Mitsal

Nasaruddin Umar Imam Besar Masjid Istiqlal
23/4/2021 05:20
Mengenal Alam Mitsal
Nasaruddin Umar Imam Besar Masjid Istiqlal(MI/Seno)

SUATU ketika Nabi bersama Abu Bakar melewati sebuah permakaman. Tiba-tiba Nabi tersentak dan berhenti di salah satu makam. Abu Bakar bertanya, kenapa kita harus berhenti di sini wahai Rasulullah. Di jawab, apakah engkau tidak mendengarkan mayat ini merintih kesakitan, ia disiksa lantaran tidak bersih ketika ia buang air.

Abu Bakar sama sekali tidak mendengarkan suara itu. Nabi mengambil setangkai pohon lalu ditancapkan di atas makam itu. Kemudian Nabi menjelaskan sepanjang tangkai pohon tersebut masih segar maka sepanjang itu pula akan diringankan siksaan orang di bawah makam tersebut.

 

Kisah pemuda

Dalam kesempatan lain, Ibnu Katsir dan beberapa ahli kitab tafsir lainnya menceritakan seorang pemuda pedalaman (a’rabi) yang berjalan kaki tiga hari tiga malam.

Dia melakukannya untuk pergi menjumpai Nabi lantaran ia telah melakukan dosa besar.

Hari Senin ia meninggalkan desanya dan baru sampai di rumah Rasulullah hari Rabu. Ketika ia sampai di rumah Nabi yang sekaligus terhubung dengan mesjid, ia menjumpai banyak orang sedang bersedih. Ia heran dan bertanya apa yang terjadi.

Salah seorang sahabat menjelaskan, Nabi baru saja dimakamkan setelah ia wafat hari Senin, tiga hari lalu.

Saat mendengar berita tersebut, si pemuda menangis histeris dan tidak ada yang berhasil menghentikannya. Si pemuda menjelaskan kalau ia baru saja melakukan dosa besar.

Ia kemudian datang berjalan kaki dari jauh untuk menemui Rasulullah karena terdorong oleh satu ayat di dalam Alquran yang memberinya harapan.

Ayat itu berbunyi, “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul, melainkan untuk ditaati dengan izin Allah. Dan sungguh, sekiranya mereka telah menzalimi dirinya sendiri lalu datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang,” (QS an-Nisa’/4:60).

Pemuda tersebut berharap Rasulullah mau memintakan maaf kepada Allah SWT atas dosa besarnya sebagaimana isyarat ayat tadi.

Namun, Rasulullah sudah wafat. Inilah yang membuat pemuda tersebut terus meratap.

Menjelang subuh, penjaga makam Rasulullah bermimpi didatangi oleh Rasulullah yang mengatakan, “Fabasysyirhu annallaha qad gafara lahu (gembirakanlah pemuda itu karena Allah sudah mengampuninya).”

Mendengar penjelasan tersebut maka pemuda tadi langsung berhenti menangis.

Mengapa demikian? Karena ada hadis sahih yang mengatakan, “Barang siapa bermimpi melihat aku maka akulah yang sesungguhnya dilihat. Satu-satunya wajah yang tidak bisa dipalsu oleh Iblis hanya wajahku.”

 

Fenomena

Pertanyaannya di sini ialah, bagaimana Rasulullah bisa mendengarkan ratap tangis di kuburan, sementara orang lain tidak bisa mendengar ratapan itu?

Bagaimana pula Nabi bisa memahami kalau ada pemuda meratapi dosa besar di dekat makamnya dan Nabi bahkan menjamin kalau dosa pemuda itu sudah diampuni Allah?

Kekuatan apa yang dimiliki Nabi sehingga bisa mendengarkan dan memahami sesuatu yang menurut orang lain itu wilayah alam gaib? Apakah hanya Nabi yang dapat mengakses alam gaib?

Dalam ilmu tasawuf, fenomena yang dialami Nabi tersebut dapat dijelaskan. Ketika seseorang mampu membuka tabir yang menghijab dirinya maka bisa menembus masuk ke suatu alam yang disebut dengan alam mitsal (istilah Ibnu ‘Arabi) atau alam khayal (istilah Al-Gazali), yang diterjemahkan oleh William C Chittick dengan the imaginal worlds.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik