Headline
Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.
Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.
KETUA Umum dan Pendiri Cancer Information and Support Center (CISC) Aryanthi Baramuli Putri menegaskan, upaya penanggulangan kanker di Indonesia perlu didorong menjadi program prioritas nasional. Pasalnya, sejauh ini penanganan kanker masih sangat rendah, sehingga tingkat kematian akibat kanker menjadi tinggi.
"Ada 5 jenis kanker yang terbanyak di Indonesia, yaitu kanker payudara , kanker serviks, kanker paru, kanker kolorektal dan kanker hati. Untuk angka kematian yang tertinggi adalah akibat kanker paru," ungkapnya bersasarlan data GLOBOCAN 2020 kepada Media Indonesia, Rabu (3/2).
Dijelaskannya, khusus untuk kanker serviks yang disebabkan Human Papilloma Virus (HPV) menempati urutan kedua di Indonesia. Padahal penyakit tersebut bisa dicegah.
Saat ini, lanjutnya program pemerintah untuk pencegahan kanker serviks melalui IVA Test dan Vaksinasi HPV untuk anak gadis kelas 5 dan 6 SD sudah ada. Akan tetapi cakupannya masih sangat rendah.
Pada 17 November 2020, WHO telah menetapkan target strategi untuk akselerasi eliminasi kanker serviks pada 2030. Cakupannya 90% vaksinasi anak perempuan dibawah usia 15 tahun, 70% skrining dan 90% memperoleh akses penanganan.
"Program cegah kanker serviks di Indonesia harus ditingkatkan cakupannya agar target strategi WHO untuk eliminasi kanker serviks tahun 2030 dapat tercapai, utamanya melalui program vaksinasi HPV anak gadis SD kelas 5 dan 6 agar dapat menjadi program imunisasi nasional," imbuhnya.
Selain itu, menurutnya diperlukan kolaborasi yang berkesinambungan dari semua pihak. Masalah kanker tidak boleh dianggap sepele, tetapi harus diperhatikan dengan mendukung program pencegaham tersebut.
Lebih lanjut, Aryanthi mengatakan, pada masa pandemi ini tantangan penanganan kanker memang cukup tinggi. Fasilitas kesehatan dan semua sumber daya kesehatan nasional tengah fokus pada pengendalian Covid-19.
Baca juga : Pandemi Jadi Tantangan Pelayanan Kesehatan Bagi Penderita Kanker
Banyaknya penderita Covid-19 pun menyebabkan kekhawatiran bagi penderita kanker. Mereka takut untuk menjalankan pengobatan di fasilitas kesehatan karena rentan terlular.
"Masyarakat yang seharusnya melakukan deteksi dini serta pasien kanker banyak yang khawatir akan tertular Covid -19, sehingga menunda jadwal pemeriksaannya maupun pengobatannya. Padahal pengobatan kanker sebaiknya harus tetap sesuai jadwal yang ditentukan," jelasnya.
"Kurangnya pencegahan, penundaan pengobatan dan penangguhan program dan diagnosa deteksi dini dapat menyebabkan lebih banyak kematian akibat kanker di bulan dan tahun yang akan datang."
Dia berharap pemerintah dan masyarakat tetap ikut mencegah kanker, melalui pola hidup sehat, cek kesehatan berkala, menjauhkan asap rokok, rajin olahraga teratur dan terukur, diet seimbang, istirahat cukup dan kelola stress. Bila ada gejala dan keluhan harus tetap berobat secara medis ke dokter dengan memperhatikan protokol kesehatan.
"Kepada penyintas kanker yang sedang berobat di masa Covid ini tetaplah lanjutkan pengobatannya sesuai jadwal pengobatan dan anjuran dokter. Jangan tunda , tapi harus patuhi protokol kesehatan," kata dia.
Terkait biaya pengobatan, Aryanthi mengungkapkan sejauh ini pasien sudah sangat terbantu dengan BPJS Kesehatan. Namun, ada beberapa tipe kanker seperti kanker payudara HER2 - positif stadium dini belum mendapatkan hak pengobatan secara maksimal karena obatnya belum dijamin BPJS.
"Harga obat kanker tentunya mahal, tetapi beberapa obat sudah ada biosimilar atau generik. Tentu sudah lebih murah tapi pasien kanker tetap perlu mendapatkan perlindungan dari negara untuk memperoleh akses atas pengobatannya," tandasnya. (OL-7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved