Masyarakat Diminta Melihat Sisi Positif dari La Nina

Mediaindonesia.com
30/12/2020 11:25
Masyarakat Diminta Melihat Sisi Positif dari La Nina
Banyak lahan pertambakan garam yang tidak bisa diolah akibat pengaruh La Nina yang mendatangkan intensitas hujan yang tinggi.(ANTARA/BASRI MARZUKI )

BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi pada kuartal akhir 2020 hingga awal 2021, kondisi iklim global dihadapkan pada gangguan anomali berupa fenomena La Nina dengan level intensitas mencapai moderate di Samudra Pasifik ekuator.  Pemantauan BMKG terhadap indikator laut dan atmosfer menunjukkan suhu permukaan laut Samudra Pasifik ekuator bagian tengah dan timur mendingin -0,5°C hingga -1,5°C selama tiga bulan berturut-turut diikuti oleh penguatan angin pasat.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan selama ini dampak La Nina  diketahui berupa peningkatan curah hujan di wilayah Pasifik barat meliputi Indonesia, sebagian Asia Tenggara, dan bagian utara Australia, Brasil bagian utara, dan sebagian pantai barat Amerika Serikat, namun menyebabkan pengurangan curah hujan di sebagian pantai timur Asia, bagian tengah Afrika, dan sebagian Amerika bagian tengah. Alhasil La Nina lebih dipandang sisi negatifnya saja yang berdampak pada bencana hidrometeorologi.

Baca juga: Fenomena La Nina Musibah atau Berkah?

"Padahal dalam enam kali La Nina dalam periode 30 tahun terakhir telah terjadi surplus air tanah tahunan di Waeapo-Pulau Buru sebesar 775 mm atau setara dengan 222% dari kondisi normalnya," kata Dwikorita Karnawati saat membuka webinar KedaiIklim#4 BMKG yang bertajuk 'La Nina: Manfaatkan Air Hujan Berlimpah Untuk Kesejahteraan dan Pengurangan Risiko Bencana Hidrometeorologi' di Jakarta, Selasa (29/12).

Dengan kata lain, kata dia, La Nina selain memiliki sisi ancaman, namun juga punya peluang positif yang dapat dimanfaatkan seperti panen hujan dan surplus air tanah, peningkatan produktivitas pertanian yang memerlukan banyak air, dan pemanfaatan telaga yang muncul selama tahun basah untuk budidaya ikan air tawar semusim.

"Kita bisa mengambil berkah dari fenomena La Nina sehingga para petani di wilayah yang sudah terkenal selalu kering dan kekurangan air bisa melakukan pemanenan air, dan diakhir musim kemarau transisi yaitu September-Oktober masih bisa melakukan pemanenan kacang tanah," ujarnya.

Hal senada disampaikan Dekan Sekolah Vokasi UGM Agus Maryono yang juga merupakan pakar Ekohidrolik dan pelopor restorasi sungai Indonesia. Ia mengatakan bahwa seharusnya tahun basah bisa dimanfaatkan. Daerah kering dan semi kering dapat memanfaatkan air berlimpah.

"Memang ada ancaman bencana tapi harus dijadikan pengungkit kemajuan dalam segala bidang misalnya pengetahuan, penemuan rekayasa teknologi dan industri, penyediaan sandang, papan dan pangan, daya juang dan motivasi bangsa, sikap tanggap dan peduli serta menjaga alam dan lingkungan," katanya.

Menurut Agus, pemerintah harus menyeting masyarakat untuk melakukan suatu gerakan secara sporadis untuk menghadapi La Nina. Misalnya dengan susur sungai, sehingga masyarakat di sekitar sungai tahu potensi sungai yang dapat dimanfaatkan untuk mitigasi maupun untuk pemanfaatan potensi wisata, potensi sumber air, dan potensi perikanan.

"Kalau ada bencana mereka siap karena mereka tahu dimana titiknya dan kalau tidak ada bencana mereka juga tahu manfaatnya sehingga bisa mengungkit kesejahteraan masyarakat," kata Agus.

Begitu pula dari sektor pertanian, Rizaldi Boer dari Pusat Pengelolaan Risiko dan Peluang Iklim Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan, La Nina punya manfaat bagi pertanian pangan.  La Nina mempunyai dampak positif antara lain peluang percepatan tanam, perluasan area tanam padi baik di lahan sawah irigasi, tadah hujan, maupun ladang.

Dampak positif lainnya yaitu meningkatkan produksi perluasan lahan pasang surut, lahan pesisir akan berkembang lebih baik karena salinitas dapat dikurangi dan perikanan darat bisa dikembangkan lebih awal.  Untuk mengurangi dampak La Nina, menurut dia, perlu pembinaan kepada para petani tentang metode pengeringan dan penyimpanan benih, karena saat La Nina curah hujan tinggi yang dapat mempengaruhi kualitas benih.

Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Edy Purnawan mengatakan, di Indonesia lahan pertanian yang terdampak banjir rata-rata 237 ribu hektare, dari total lahan tersebut yang bisa diselamatkan hanya 72% selebihnya terkena puso.

Dari segi sumberdaya air, menurut Direktur Bina Teknik SDA Kementerian PU-Pera Eko Winar Irianto, kondisi La Nina dapat memenuhi kapasitas energi maksimum pada operasional waduk, sementara dalam kondisi El Nino energi yang dihasilkan akan berkurang.  "Maka fungsi waduk dalam rangka untuk menjaga stabilitas dari sumberdaya air yang dikeluarkan termasuk juga menjaga dalam kondisi El Nino produksi energi yang dihasilkan tidak jatuh sedangkan La Nina akan bisa dicapai maksimum," katanya.

Kepala Pusat Informasi Meteorologi Publik BMKG Fachri Radjab mengatakan, bencana hidrometeorologi merupakan bencana menahun yang kerap terjadi baik pada musim hujan, transisi, maupun kemarau.

Direktur Kesiapsiagaan BNPB Eny Supartini menambahkan, hingga 28 Desember 2020 bencana di Indonesia masih didominasi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor. Program pencegahan yang dilakukan BNPB mulai dari penguatan kelembagaan di daerah, informasi risiko sampai ke level bawah, sistem peringatan dini dan sinergitas antarpihak terkait.

"Kami tetap meminta daerah untuk memantau informasi yang diberikan BMKG," kata Eny. (Ant/A-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Maulana
Berita Lainnya