Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
PEMERINTAH Indonesia terus berupaya mencapai cakupan kesehatan semesta atau universal health Coverage (UHC). Dengan tercapainya UHC, diharapkan seluruh masyarakat mempunyai akses untuk kebutuhan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang berkualitas dan efektif.
Dalam Sidang WHO Executive Board ke-144 2019, telah disepakati WHO 13th General Program of Work untuk dicapai pada 2023 oleh semua negara anggota WHO, termasuk Indonesia.
Target-target tersebut mencakup: 1) satu miliar orang mendapatkan manfaat UHC, 2) satu miliar orang lebih terlindungi dari kedaruratan kesehatan; dan 3) satu miliar orang menikmati hidup yang lebih baik dan sehat.
Baca juga: Kemenag Pantau Ketat Penerapan Protokol Kesehatan di Ponpes
Upaya-upaya yang telah dilakukan sepanjang satu dasawarsa terakhir dalam pembangunan kesehatan di Indonesia, sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, sudah sejalan dengan upaya-upaya yang dicanangkan dalam Program Kerja WHO.
Sekretaris Jenderal Kemenkes Oscar Primadi mengatakan ada tiga outcomes target cakupan kesehatan semesta, yaitu penyempurnaan akses terhadap pelayanan kesehatan esensial (essential health services) yang berkualitas.
Selanjutnya, pengurangan jumlah orang menderita kesulitan keuangan untuk kesehatan. Terakhir, penyempurnaan akses terhadap obat-obatan, vaksin, diagnostik, dan alat kesehatan essensial pada pelayanan kesehatan primer (primary health care).
“Pemerintah bersama masyarakat berkomitmen untuk mencapai UHC agar semua orang memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu tanpa hambatan finansial. Pelayanan kesehatan dilakukan secara komprehensif dengan mengarusutamakan pelayanan kesehatan primer,” ucap Oscar dalam Dialog Nasional Implementasi Program JKN, Sabtu (12/12) di Jakarta.
Beberapa waktu lalu, lanjut Oscar, sempat terjadi kesalahan dalam mengartikan UHC di tengah masyarakat. UHC telah diartikan sama dengan cakupan kepesertaan semesta yang mempunyai pengertian bila seluruh penduduk Indonesia telah menjadi peserta JKN maka cakupan kesehatan semesta dianggap telah tercapai.
Padahal, sebenarnya cakupan kesehatan semesta dinyatakan telah tercapai bila seluruh penduduk sudah memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu, baik upaya promotif, preventif, deteksi dini, pengobatan, rehabilitatif dan paliatif tanpa terkendala masalah biaya.
“Jadi jauh lebih kompleks dari sekedar kepesertaan jaminan pembiayaan kesehatan atau JKN. Cakupan Kesehatan Semesta juga sangat berkaitan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yang mentargetkan bahwa pada tahun 2030 tidak satupun orang yang tidak menikmati hasil pembangunan berkelanjutan (no one is left behind),” ucap Oscar.
Adapun, lanjut Oscar, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN/KIS) merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan UHC. Program ini diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Program JKN/KIS bertujuan untuk memberikan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan memberikan perlindungan finansial.
"Bisa kita lihat perkembangan dari tahun ke tahun cakupan kepesertaan JKN terus mengalami peningkatan," katanya.
Total cakupan peserta program JKN/KIS, per 1 Oktober 2020 telah mencapai 223,4 juta jiwa dengan komposisi kepesertaan JKN adalah 43,3% peserta PBI dan 16% peserta yang dibiayai pemerintah daerah serta sisanya 40,7 % adalah peserta yang membayar iuran JKN.
Selama hampir tujuh tahun pelaksanaan program JKN/KIS, begitu banyak perkembangan keberhasilan serta permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan.
Ke depan, lanjutnya, masih banyak tantangan yang dihadapi oleh Indonesia dalam rangka mewujudkan UHC.
"Antara lain kelengkapan sarana prasarana di fasilitas kesehatan, ketersediaan obat dan alat kesehatan, pemerataan distribusi SDM Kesehatan, pemanfaatan data dan sistem informasi, kecukupan anggaran, kenaikan iuran serta regulasi-regulasi yang mendorong perbaikan penyelenggaraan Program JKN," tandasnya. (OL-1)
Sepanjang 2014–2024, jumlah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bekerja sama meningkat 28%, dari yang semula 18.437 menjadi 23.682.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti menjelaskan DJS masih kondisi sehat karena berkiblat pada Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2015.
KETUA Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, menegaskan bahwa capaian kinerja BPJS Kesehatan pada tahun 2024 menjadi titik penting dalam perjalanan Program JKN menuju fase maturitas.
SETELAH dilakukan koreksi kembali Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) terhadap penonaktifan kepesertaan BPJS Kesehatan, jumlah peserta PBI yang nonaktif di Jawa Tengah turun
PEMERINTAH Kota (Pemkot) Bandung, Jawa Barat (Jabar), minta seluruh rumah sakit di Kota Bandung wajib melayani warga yang ber-KTP Bandung tanpa diskriminasi.
Warga Indonesia dan Bali perlu mengetahui bahwa sejak Juni-Juli 2025, ada 21 penyakit yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved