Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Restorasi Ekosistem Mulai Diminati Swasta

Ferdian Ananda Majni
04/11/2020 03:40
Restorasi Ekosistem Mulai Diminati Swasta
Prajurit TNI melakukan penanaman pohon saat Pencanangan Gerakan Pemulihan Kawasan Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla).(ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

PELUANG usaha restorasi ekosistem cukup menjanjikan, terutama dari aneka produk hutan, seperti jasa lingkungan dan hasil hutan bukan kayu. Dalam perkembangannya, pengelola restorasi ekosistem yang dulunya masih berbasis yayasan dan lembaga swadaya masyarakat (NGO) kini mulai bergeser ke private sector.

Ke depan, menurut peneliti senior pada Badan Penelitian dan Pengembangan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ika Heriansyah, pengelolaan restorasi ekosistem (RE) memang seharusnya oleh badan usaha (seperti perseroan terbatas/ PT) atau profit oriented.

“Dalam perkembangannya, ini lebih banyak sekarang private sector. Jadi, yang NGO ini bisa kita hitung, dari 16 ini hanya 3-4 yang managemen basisnya ialah NGO,” kata Ika dalam webinar Pelatihan Restorasi untuk Jurnalis Muda oleh Forest Digest bekerja sama dengan Katingan-Mentaya Project, kemarin.

Untuk itu Ika menambahkan upaya untuk memperluas inisiasi restorasi ekosistem akan diiringi dengan pengembangan instrumen kebijakan dan upaya promosi. Pasalnya, bidang usaha restorasi ekositem jenis perizinannya sederajat dengan jenis bisnis pengelolaan hutan lainnya sehingga badan usaha yang bergerak di bidang ini harus membuat perencanaan bisnis agar kegiatannya menguntungkan dan berjalan normal.

Diakui, jenis usaha ini agak unik sehingga butuh insentif. Untuk itu KLHK telah memperjuangkan insentif pembebesan pajak bumi dan bangunan (PBB) ke Kementerian Keuangan. Alasannya, upaya yang dilakukan unit manajeman RE tidak berbeda dengan pengelolaan konservasi dan hutan lindung.

Dia menambahkan, dalam upaya jaminan usaha juga telah diinisiasi pembentukan pokja RE. “Namun, yang terpenting berapa presentasi komitmen yang diminta pemerintah terkait pengurangan emisi karbon,” ujarnya.

Untuk diketahui, dari 34 juta hektare tutupan hutan yang rusak, areal yang masuk kawasan restorasi hanya 600 ribu hektare yang dikelola 16 perusahaan. Kondisi itu disebabkan belum ada jaminan usaha bagi pebisnis dalam memulihkan ekosistem hutan yang rusak.

 

UU Cipta Kerja

Pada kesempatan lainnya, KLHK memastikan bahwa UU Cipta Kerja tidak akan menimbulkan eksploitasi berlebihan terhadap lingkungan hidup dan kehutanan di Tanah Air.

Menurut Menteri LHK Siti Nurbaya, di dalam peraturan perundangan yang baru saja ditandatangani Presiden Jokowi tersebut, sudah dibuat aturan-aturan terkait pengelolaan hutan yang nantinya akan disempurnakan melalui peraturan pemerintah (PP).

“UU Cipta Kerja tidak akan memberikan kesempatan overeksplorasi. Prinsip kehatihatian itu ada yang sebelumnya tidak dijamin dan hanya mementingkan prosedur,” jelas Siti.

Ia mengungkapkan KLHK bersama seluruh pihak terkait sudah mulai menyusun rancangan peraturan pemerintah yang akan membahas secara lebih rinci terkait instrumen pengawasan dan berbagai hal lain.

KLHK, imbuhnya, akan melakukan pengawasan berlapis guna memastikan tidak ada pihak-pihak yang melampaui batasan daya dukung dan daya tampung suatu ekosistem. (Pra/H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya