Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
SUNGAI ialah sumber kehidupan. Oleh karena itu, untuk merawatnya yang perlu dilakukan terlebih dahulu ialah membangun kesadaran masyarakat tentang fungsi sungai tersebut.
Itu yang dilakukan Mega Olivia sebagai Ketua Yayasan Peduli Sungai Sejahtera (PSS) yang berpusat di kota tempat tinggalnya, Surabaya, Jawa Timur. Sejak 2019, ia fokus menggarap program-program penyelamatan sungai di PSS.
Oliv, sebagaimana ia biasa disa pa, bercerita PSS awalnya merupakan komunitas yang fokus bergerak mengurusi kebersihan sungai. Gerakan berawal dari kegiatan membersihkan sungai. Namun, akhirnya gerakan diperluas hingga ke edukasi dan kolaborasi dengan warga melalui program binaan.
“Awalnya fokus gerakan ke membersihkan sungai, tapi ternyata sepertinya itu bukan jawaban karena ketika sungai dibersihkan pada akhirnya kotor lagi dan kotor lagi. Akhirnya, kita berpikir bahwa persoalannya bukan di sarananya, melainkan di perilaku manusianya,” ujar Oliv, ketika dihubungi, Senin (12/10).
Oliv mengaku bersyukur dapat bertemu partner yang tepat hingga akhirnya berani fokus menggarap program-program dan gerakan penyelamatan lingkungan, khususnya sungai.
“Gerakannya ini sebenarnya sudah ada sejak 2017, tetapi masih dalam bentuk komunitas. Sejak Januari 2020, kami menjadi yayasan dan mengganti nama jadi Peduli Sungai Sejahtera, tadinya Peduli Sungai Surabaya,” ujarnya.
Saat ini, kata Oliv, kegiatan pendampingan masyarakat telah dilakukan setidaknya di tiga wilayah sekitar bantaran sungai di Surabaya, yakni Kapas Madya, Tambak Lumpang, dan Wonokromo. Pendampingan juga dilakukan pada beberapa sekolah di wilayah tersebut.
“Kita juga mengajak mereka untuk tidak membuang sampah sembarangan, selain mengelola sampah. Kita tergetnya ada orang yang sangat pemula, gimana caranya orang itu mau dulu untuk mengelola sampah,” ujar Oliv.
Sebagai rangkaian dari edukasi tersebut, PSS juga membuat program donasi sampah. Warga dan pihak sekolah secara berkala dapat menyumbangkan sampah terpilahnya pada PSS untuk disalurkan pada pemulung-pemulung di wilayah itu.
“Jadi kami juga mengaryakan pemulung agar bisa mendapatkan sampah yang berkualitas baik dan terpilah,” ujar perempuan yang pernah menjadi dosen di sebuah sekolah tinggi di Surabaya tersebut.
Oliv menjelaskan, hingga saat ini warga bantaran sungai banyak yang wilayahnya masih terlalu jauh dari tempat pembuangan sampah (TPS). Akhirnya mereka membuang sampah di sungai.
“Itu yang jadi fokus kami untuk sosialisasi dan menjembatani mereka untuk menyalurkan sampahnya. Kita membuat link-link dengan para pemulung. Kita sedang garap aplikasi juga untuk orang-orag yang mau donasi sampah agar tahu bagaimana menyalurkan dan lokasinya,” ujarnya.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan diakui tidak mudah. Salah satu tantangannya ialah penerimaan dari sisi warga bantaran sungai sendiri. Umumnya warga masih enggan untuk sukarela melakukan pemilahan atau pengurangan sampah plastik.
“Warga mindset-nya sama komunitas itu masih mengharapkan imbalan atau sumbangan. Jadi terkesan enggan melakukan sesuatu tanpa reward. Masih sulit untuk mau bergerak atas kesadaran,” ujar Oliv.
Kendala juga muncul ketika kempanye pengurangan plastik dilakukan. Pada warga kalangan ekonomi menengah ke bawah, plastik masih sangat diandalkan dalam kehidupan sehari-hari.
“Jadi langkah kami ialah bagaimana agar mereka mau dulu tidak membuang sampah sembarangan dan memilah sampah organik dan anorganik. Itu saja dulu. Itu langkah awal untuk pada akhinya membuat mereka memiliki kesadaran penuh menjaga kebersihan sungai dan mengurangi signifi kan penggunaan plastik yang menjadi item terbanyak yang mengotori sungai di Surabaya,” ujarnya.
Sementara itu, dikatakan Oliv, saat ini kondisi sungai di Surabaya masih sangat memprihatinkan. Bahkan, warga Surabaya pengguna layanan PDAM tidak mendapat pasokan airnya dari sungai-sungai yang ada di Surabaya karena sudah terlalu tercemar.
“Masih banyak orang yang menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah. Jadi masih sangat jauh dari bersih,” ujarnya.
Popok bayi
Salah satu kampanye yang juga terus digaungkan PSS ialah peralihan kebiasaan dalam penggunaan popok atau pembalut sekali pakai. Popok bayi sekali pakai menjadi salah satu masalah utama di sungai. Perubahan penggunaan popok sekali pakai menjadi popok dari kain yang reusable, menurutnya, sangat perlu terus disuarakan.
Popok sekali pakai berbahan plastik membawa bahaya bagi lingkungan seperti penurunan hormon seks dan perubahan kelamin biota air. Termasuk juga penurunan kemampuan menetas pada telur ikan, kegagalan reproduksi total, dan membawa bakteri E coli. Hal itu sudah ditemukan terjadi pada sejumlah ikan di Surabaya dan Jawa Timur.
“Jadi ke depan kami rencananya lebih mematangkan program-program dan relawan yang ada. Dengan begitu, kampanye dan program akan bisa lebih efektif dijalankan setelah pandemi berakhir dan dapat terjun ke lapangan lagi dengan lebih leluasa,” ujar Oliv.
Rencananya, gerakan juga diperluas menjadi tidak hanya di Surabaya, tetapi juga kota-kota lain di Indonesia. Hal itu menjadi alasan perubahan nama Peduli Sungai Surabaya menjadi Peduli Sungai Sejahtera. (M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved