Headline

Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.

Selangkah Menuju Moderasi Beragama

MI
20/10/2020 00:55
Selangkah Menuju Moderasi Beragama
Santri mengikuti kajian kitab kuning Arbain Nawawi yang dipimpin putra pengasuh Ponpes Mambaul Ma’arif Denanyar, Ahmad Athoillah(ANTARA)

PENERAPAN moderasi beragama menjadi agenda besar sekaligus tantangan bagi Kementerian Agama untuk mewujudkannya. 

Sebagai bukti keseriusan, Kemenag saat ini mulai membahas intensif Rancangan Peraturan Menteri Agama (RPMA) tentang Penguatan Moderasi Beragama.

“PMA terkait Penguatan Moderasi Beragama itu penting untuk memberikan panduan guna menjalankan Perpres Nomor 18 Tahun 2020, tentang RPJMN 2020-2024, yakni moderasi beragama menjadi bagian di dalamnya,” ungkap Staf Ahli Menteri Agama Oman Fathurahman saat diskusi terbatas Pokja Moderasi Beragama yang digelar di Sentul, Jawa Barat, pekan lalu.

Oman berharap PMA tentang Penguatan Moderasi Beragama bisa membuat praktik moderasi beragama lebih aplikatif. Selain membahas RPMA, Kemenag juga menyusun road map Penguatan Moderasi Beragama.

Untuk melengkapi pandangan tentang praktik aplikatif moderasi beragama, diskusi itu juga menghadirkan Menteri Agama periode 2014-2019, Lukman Hakim Saifuddin, dan pemerhati kerukunan beragama Alissa Wahid.

Dalam pandangannya, Lukman menegaskan bahwa moderasi beragama bukan liberalisasi. Moderasi bergama berorientasi pada internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

“Selain itu, moderasi beragama juga mengarah pada membangun kesadaran menghargai keragaman agama dan tafsir ajaran agama
agar tidak terjebak pada perilaku intoleran,” kata Lukman.

Sementara itu, Alissa Wahid menggarisbawahi pentingnya kemaslahatan sebagai tujuan dari moderasi beragama. Kata ini pun disepakati untuk masuk rumusan definisi moderasi beragama.


Cegah dari akar

Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan semangat kebersamaan intelektual penting demi menggaungkan moderasi beragama untuk mewujudkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Menurutnya, di era kemajuan teknologi informasi saat ini, ada kecenderungan naiknya intensitas penyampaian ujaran kebencian. Hal itu perlu diantisipasi dan dimitigasi agar potensinya tidak membesar dan kemudian menjadi faktor penyebab konflik.

Untuk mencegah konflik dan intoleransi keagamaan di Indonesia adalah dengan melihat masalah dari akarnya. Dalam penanganannya pun harus ada sinergi dan kolaborasi antara pemerintah dan ormas. 

“Jadi antara ormas dan pemerintah berkolaborasi menangani persoalan dinamis itu,” tambahnya.

“Tantangan dakwah saat ini ialah terus mempromosikan Islam rahmatan lil ‘alamin bagi masa depan bangsa dan dunia. Apalagi, Indonesia merupakan negara yang sangat beragam suku, agama, ras, bahasa, dan lainnya. Harmoni dalam kemajemukan yang selama ini terjalin harus terus dijaga,” cetusnya.

Terkait implementasi moderasi beragama ini, Kasubdit Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Adib Machrus berbagi  pengalamannya. Ia melakukan proses internalisasi moderasi berama di kalangan aparatur sipil negara (ASN) KUA sejak 2019.

Sebab, ASN itulah yang akan menjadi agen penguatan moderasi beragama di masyarakat. “Setelah mereka memahami konsep moderasi beragama, baru ada perubahan cara pandang dan sikap,” lanjutnya.

Dalam kesempatan berbeda, Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Organisasi Kerja sama Islam (OKI) periode 2012-2018 Siti Ruhaini Dzuhayatin meyakini peran Indonesia untuk mempromosikan Islam yang moderat sangat penting.

Ia pun menyampaikan modal Indonesia menjadi model dari moderasi beragama dan modalitas cukup kuat, tentu saja dengan kehadiran organisasi seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan lembaga arus utama lainnya termasuk perguruan tinggi. (Ind/RO/H-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya