Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Materi Penyuluhan Posyandu Harus Lebih Edukatif

Mediaindonesia.com
14/9/2020 12:15
Materi Penyuluhan Posyandu Harus Lebih Edukatif
Petugas kesehatan memberi imunisasi dalam upaya pencegahan stunting di Puskesmas 1 Denpasar Selatan, Bali.(ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo (Stringer) )

MASIH tinggi angka stunting di Indonesia, karena masyarakat masih belum paham betul soal gizi. Di sisi lain, penyuluhan posyandu pun sepertinya belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat atau belum tepat sasaran.

Ketua bidang advokasi Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Yuli Supriati mengungkapkan, saat terjun ke masyarakat  melakukan edukasi tentang gizi, pihaknya tak jarang mendapati anak-anak yang masih mengkonsumsi kental manis. “Awal September ini, saat kami bersama PP Aisyiyah melakukan penelitian mengenai persepsi masyarakat mengenai kental manis dan kaitannya dengan gizi buruk, di desa Parung, Kab Bogor, ada 5 anak dari 3 keluarga yang mengkonsumsi kental manis sehari-hari. Mereka mengatakan mereka minum susu. Orang tua mengaku tidak tahu cara penggunaan kental manis yang tepat, mereka pikir kental manis adalah susu untuk anak,” jelas Yuli.

Baca juga: Pengentasan Stunting di Masa Pandemi Butuh Inovasi

Peraturan BPOM No 31 Tahun 2018 tentang label pangan olahan, yang juga memuat aturan tentang produk kental manis sudah memasuki tahun keduanya. Artinya, tinggal 1 tahun lagi batas waktu penyesuaian yang diberikan BPOM terhadap produsen kental manis.

Di antara yang diatur terkait kental manis dalam peraturan tersebut adalah label bahwa kental manis bukan untuk usia dibawah 12 bulan, dilarang menampilkan visual anak-anak dan susu di dalam gelas pada label dan iklan serta kental manis bukan sebagai sumber gizi tunggal.

Sayangnya, hingga saat ini belum terlihat langkah konkrit pemerintah dalam menyosialisasikan kepada masyarakat bagaimana seharusnya penggunaa kental manis. Hal itu terlihat dari masih banyaknya anak-anak, balita bahkan bayi berusia dibawah 12 bulan yang mengkonsumsi kental manis sebagai asupan nutrisi harian mereka.

Menurut Yuli, tak hanya di Parung, perilaku masyarakat yang memberikan kental manis sebagai minuman sehari-hari anak, balita bahkan bayi juga ditemui di Tigaraksa, Tangerang, Cilengsi, DKI Jakarta dan beberapa wilayah lain. “Kami telah mengedukasi masyarakat di 20 kota di Indonesia, dan hampir di setiap wilayah kami mendapati balita mengkonsumsi kental manis. Ada yang beralasan faktor ekonomi karena harga kental manis lebih terjangkau, ada juga yang menjadikan alasan karena ASI nya tidak keluar. Intinya, masyarakat kita belum teredukasi mana yang boleh diberikan dan mana yang seharusnya tidak.”
 
Sementara di Cilengsi, rata-rata anak yang mengkonsumsi kental manis berat badannya berada di bawah garis merah pada KMS. Sebelumnya di Desa Cileleus, Kabupaten Tangerang, balita usia 2 tahun bernama Tegar, didiagnosis gizi buruk. Diusianya yang menginjak 2,5 tahun, beratnya hanya 8 kg. Idealnya, balita laki-laki usia 2 tahun memiliki berat badan 10 – 15 kg. Tegar telah lama mengkonsumsi kental manis. Secara umum, penyebabnya sama, yaitu penghasilan orang tua yang tidak tetap mengakibatkan ketidak mampuan memberikan asupan gizi yang tepat untuk anak.

Lebih lanjut, menurut Yuli tidak jarang kader posyandu juga mengaku baru mengetahui fakta kandungan kental manis yang lebih banyak gula daripada protein dan zat gizi lainnya. “Mereka (kader Posyandu) sadar rasanya manis, namun tidak paham bahwa zat gizinya sangat rendah, rata-rata mereka juga belum mengetahui mengenai larangan BPOM tentang kental manis,” jelas Yuli.

Ditemui secara terpisah, Kepala UPT Puskesmas Parung, dr Dini Sri Agustin mengakui, pengetahuan tentang susu tidak termasuk dalam materi penyuluhan Posyandu di wilayah yang menjadi binaan Puskesmas Parung. “Materi penyuluhan untuk posyandu baik untuk kader maupun masyarakat itu kan ada standarnya, disusun oleh Promkes. Memang tidak ada penjelasan tentang susu karena kita mendorong ASI ekslusif,” jelas Dini.

Meski demikian, Dini menyadari pentingnya pengetahuan masyarakat mengenai susu agar tidak terjadi kesalahan persepsi, seperti yang terjadi pada kental manis. Sebab, susu bukan satu-satunya asupan yang wajib dikonsumsi balita dan anak-anak. Telur, tahu dan tempe misalnya, dapat menjadi asupan tinggi protein yang baik untuk tumbuh kembang anak. (RO/A-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Maulana
Berita Lainnya