Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Perlu Sistem yang Kuat untuk Atasi Fraud dalam Program JKN

Atalya Puspa
24/8/2020 19:26
Perlu Sistem yang Kuat untuk Atasi Fraud dalam Program JKN
Layanan BPJS Kesehatan(Antara/ERaisan Alfarisi)

FRAUD menjadi salah satu sumber masalah dari defisit keuangan BPJS Kesehatan. Untuk itu, diperlukan sistem yang kuat untuk mengatasi fraud.

"Meski angka fraud BPJS Kesehatan di bawah 1%, tapi jumlah fraud Indonesia jika dibandingkan jamkes negara lain seperti Amerika Serikat, fraud di Indonesia masih jauh lebih rendah. Tapi ini yang menjadi salah satu penyebab defisit dan harus diatasi," kata Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan Murti Utami dalam Workshop Online bertajuk Membangun Infrastruktur Pencegahan Kecurangan dalam Program JKN, Senin (24/8).

Pemerintah, kata Murti, telah melalukan penyempurnaan dari berbagai regulasi untuk pencegahan fraud. Diantaranya penerbitan Permenkes nomoro 16 tahun 2019 yang merupakan revisi Permenkes 36 tahun 2015 tentang pencegahan fraud.

Selain itu, pemerintah juga telah membentuk tim pencegahan fraud yang terdiri dari unsur pemerintahan, BPJS Kesehatan, dan berbagai stakeholder terkait.

"Tapi ini masih belum optimal karena masih lemahnya komitmen pimpinan daerah dalam upaya pencegahan fraud sebagai hal utam," katanya.

Untuk itu, diperlukan program edukasi antifraud untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan yang utuh dalam rangka mencegah terjadinya fraud.

Pada kesempatan yang sama, Inspektur I Kementerian Kesehatan Edward Harefa mengungkapkan, fraud dapat berpotensi terjadi dari berbagai lingkup, mulai dari peserta, fasilitas layanan kesehatan, hingga dari petugas BPJS Kesehatan sendiri.

Baca juga : Konsil Kedokteran Berperan Penting Tingkatkan Mutu Layanan Medis

Edward menuturkan, berdasarkan hasil audit sejumlah kecurangan yang ditemukan yakni sebanyak 898 RS mengajukan pembayaran kelas lebih tinggi, dan diperkirakan kerugiannya mencapai Rp6 triliun.

Selain itu, ditemukan 5-10% pembayaran perawatan yang tidak perlu dan diperkirakan kerugian mencapai Rp10 triliun.

Selanjutnya, 25.326 perusahaan memanipulasi data upah karyawannya hingga berpotensi menimbulkan kerugian terhadap BPJS Kesehatan sebesar Rp6,19 triliun.

"Untuk itu, sistem pencegahan fraud harus selalu dicek. Kalau ada sistem kalau tidak difungsikan, akan jadi sia-sia. Selain itu, harus ada sanksi tegas. Menangkap pihak-pihak yang coba melakukan fraud agar jera," kata Edward.

"Berikutnya, melakukan identifikasi kegiatan yang berisiko fraud. Sehingga risiko fraud lack of internal control dapat diperbaiki," tandasnya.

BPJS Kesehatan sendiri telah menyusun kebijakan dan pedoman, pengembangan budaya pencegahan kecurangan, pengembangan pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada kendali mutu dan kendali biaya dan pembentukan tim pencegahan kecurangan. BPJS Kesehatan sudah menerbitkan Peraturan BPJS Kesehatan No 7 Tahun 2016 yang mengatur tentang sistem pencegahan kecurangan.

Di samping itu, BPJS Kesehatan juga terus mengembangkan sistem teknologi informasi yang dapat mencegah dan mendeteksi berbagai indikasi potensi kecurangan (hasil audit klaim, analisis data review pemanfaatan, laporan whistle blower), membentuk unit kerja bidang Manajemen Utilisasi dan Anti Fraud, membentuk Tim Pencegahan Kecurangan di seluruh cabang, serta mendorong Dinas Kesehatan kabupaten/kota, fasilitas kesehatan untuk membentuk tim pencegahan kecurangan.

"Apabila menemukan potensi fraud, berbagai pihak juga harus melapor. Perlu kesadaran semua pihak dalam mengatasi hal ini," kata Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Andayani Budi Lestari. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya