Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Mengolah Limbah Plastik

Bagus Pradana
13/8/2020 01:45
Mengolah Limbah Plastik
Hijrah Purnama Putra, pemilik Butik Daur Ulang di Yogyakarta(Dok Butik Daur Ulang)

SEIRING masifnya gerakan diet kantong plastik di beberapa kota besar, berbagai varian produk aksesori, seperti tas dan kantong belanja hasil dari inovasi pengolahan sampah plastik berjenis multilayer saat ini cukup digemari masyarakat.

Perubahan perilaku inilah yang mendatangkan keuntungan bagi pegiat industri daur ulang di Indonesia. Salah satunya Hijrah Purnama Putra, pemilik Butik Daur Ulang di Yogyakarta. Pria berusia 37 tahun itu mengaku terkejut dengan peningkatan konsumen di butik yang
telah ia kelola sejak 2013 .

“Kalau kita tarik ke 2008 atau 2010 di awal-awal kita mulai, kesadaran masyarakat tentang sampah plastik hari ini sudah jauh berkembang. Saat ini, masyarakat lebih aware dan peduli terhadap sampah plastik. Kalau dulu ada yang jual dompet dari bungkus detergen mungkin akan
dikomplain, ‘kok harganya mahal, ya, padahal kan cuma sampah’,” ungkap Hijrah, pekan lalu.

Kepada Media Indonesia, pria asal Aceh yang menetap di ‘Kota Gudeg’ itu menceritakan pengalamannya bersinggungan dengan sampah plastik melalui sebuah usaha yang ia rintis sejak masih duduk di bangku kuliah dengan nama Project B.

Bersama tiga orang adik kelasnya yang punya background pendidikan teknik lingkungan, ia secara iseng mengumpulkan sampah plastik dari warung-warung yang sering mereka singgahi untuk kemudian dibersihkan dan disimpan. 

“Pada satu kondisi selama satu tahun, tempat penyimpanannya penuh, dari situlah kemudian terpikirkan untuk menjadikannya sebuah produk yang punya nilai ekonomi,” lanjut Hijrah.

Pada pertengahan 2010, Hijrah pun memulai usaha pengolahan sampah plastik kemasan tersebut dan menjadikannya berbagai barang bernilai, seperti tas, dompet, dan map. Dalam berbagai kesempatan seminar di beberapa kampus di Yogyakarta, ia bersama tiga orang
temannya pun sering memanfaatkan momen-momen tersebut untuk membuka booth stand daur ulangnya sembari mengiklankan produkproduk hasil olahannya.

“Tidak lama setelah itu kita dapat pesanan dalam jumlah lumayan banyak. Itu pertama kali kita dapat pesenan, saya masih ingat pesanannya adalah map daur ulang. Waktu itu kami orderkan ke penjahit langganan kami,” tambahnya.

Saat pesanan mulai stabil, Hijrah kemudian memberanikan untuk merekrut pegawai yang kebanyakan merupakan ibu-ibu. Awalnya, para ibu ini mengerjakan pesanan-pesanan Project B di rumah, tetapi belakangan Hijrah mulai menyiapkan workshop untuk lebih mengintensifkan produksi dari Project B. 

“Pada 2011, kami dapat pesanan dari Filipina. Karena ini pesanan luar negeri kami yang pertama otomatis merek dagangnya pun harus jelas, akhirnya kami sepakat untuk memunculkan nama Project B Indonesia sebagai brand kami,” ujar wirausahawan muda yang tertarik
dengan isu-isu lingkungan itu.

Pada 2013, Hijrah dkk coba menyewa sebuah ruko kecil sebagai showroom. “Kami pajang beberapa produk di sana, tetapi setelah berjalan kurang lebih 2 bulanan, toko itu masih saja sepi karena banyak orang yang tidak tahu sebenarnya produk apa yang kami jual. Akhirnya, kita sepakat untuk memunculkan brand baru, yaitu Butik Daur Ulang-Project B Indonesia, sejenis butik, tapi isinya semua produknya itu terbuat dari bahan-bahan daur ulang,” jelas Hijrah.

Dalam perkembangannya, kini Butik Daur Ulang rintisan Hijrah Purnama Putra telah memiliki ratusan produk daur ulang dengan harga dari Rp5.000 hingga ratusan ribu rupiah.

Berbagai macam produk mereka garap dengan menggunakan teknik rajangan halus ataupun anyaman sehingga tidak kelihatan daur ulangnya dan terlihat jadi lebih menarik “Kalau ide desain produk kami ini ada yang kami buat sendiri dan ada yang by request dari konsumen. Selain itu, kami juga sekarang menerapkan sistem stok. Jadi, sekarang ada stok di toko,” sambung Hijrah.

Selama lebih dari 12 tahun, Hijrah masih tetap konsisten untuk mengolah plastik kemasan yang sering kali tidak tergarap dalam bisnis daur ulang pada umumnya. Sampai sekarang mereka masih fokus pada satu jenis material plastik multilayer. Jenis material ini karena sampah plastik kemasan itu memiliki dua bagian, ada bagian depan yang terbuat dari plastik, kemudian ada aluminium foil yang melapisi plastik bagian dalam sebagai wadah makanannya.

“Makanya kami terus berinovasi untuk mengolah plastik jenis ini,” terang ayah dari dua orang anak itu.

Berkaitan dengan ancaman mikroplastik, Hijrah mengaku belum sejauh itu mengkaji perihal ini dalam pengembangan produk daur ulangnya. Namun, ke depannya, dia akan melakukan kolaborasi untuk meneliti kemungkinan pengembangan produk daur ulangnya tersebut.

“Kebetulan tim yang terlibat kebanyakan memang akademisi, saya sendiri adalah dosen teknik lingkungan di salah satu kampus. Nah, kita terus mencoba untuk mengolaborasikan beberapa kegiatan kita dengan kegiatan kampus untuk meneliti beberapa kemungkinan pengembangan dari daur ulang plastikini,” papar Hijrah.


Tabungan Sampah

Untuk memenuhi material produksinya, Hijrah mengadopsi sistem yang mirip seperti pengolahan di Bank Sampah, yang ia sebut sebagai Tabungan Sampah. Namun, mereka hanya fokus ke satu jenis sampah, yaitu plastik multilayer.

Anggota Tabungan Sampah ini kebanyakan kelompok masyarakat yang dulu pernah mereka edukasi. Kelompok-kelompok ini biasanya akan mengirimkan atau menabungkan sampahnya ke Butik Daur Ulang untuk diolah menjadi produk. 

“Nanti setelah tiga bulan tabungannya bisa dicairkan,” sambungnya.

Kini jumlah nasabah dari program Tabungan Sampah Butik Daur Ulang telah mencapai 500 kelompok nasabah yang tersebar di berbagai wilayah di seluruh Indonesia. Namun, program Tabungan Sampah ini terpaksa harus dihentikan selama masa pandemi covid-19. 

Hijrah kemudian mengganti program tersebut dengan program Donasi Sampah karena banyak warga masyarakat yang bingung mengolah sampah-sampah plastik yang telah mereka pilah.

Berkaitan dengan pengolahan sampah plastik ini, Hijrah pun tak lupa memberikan masukan kepada pemerintah agar tegas dalam menerapkan kebijakan pengolahan sampah plastik. Ia menilai penerapan kebijakan pengolahan sampah, khususnya plastik, masih berada di wilayah abu-abu yang belum jelas ke mana arahnya. 

“Tapi intinya sih kita memang butuh kebijakan dari pemerintah supaya jelas, yang kita butuhkan adalah kebijakan yang konsisten dan terarah dari pemerintah untuk mengatasi masalah plastik ini,” pungkas doktor teknik lingkungan itu. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya