Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Memberdayakan Perempuan Desa

Bagus Pradana
23/7/2020 02:35
Memberdayakan Perempuan Desa
Nur Rahma Asri Saraswati(Dok. Pribadi)

PERKENALAN awal Nur Rahma Asri Saraswati, 32, dengan kehidupan desa dimulai saat ia menjadi sukarelawan pengajar untuk Gerakan Indonesia Mengajar, sembilan tahun silam.  Ketika berkesempatan tinggal di desa selama beberapa waktu, perempuan lulusan Teknik Kimia Universitas Teknologi Malaysia ini pun kaget menyaksikan ketimpangan ekonomi yang terjadi antara desa dan kota untuk pertama kalinya. 

Hingga suatu hari ia pun tergerak mengabdikan hidupnya di desa bersama sang suami, Andika Mahardika, yang dulu merupakan rekannya saat menjadi sukarelawan. Pascamenikah, keduanya sepakat hijrah dan memutuskan tinggal di Desa Sendangrejo, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, dan merintis sebuah kewirausahaan sosial berbasis pertanian yang mereka namai Agradaya pada 2013.

“Setelah menikah, saya dan suami memutuskan tinggal di Yogyakarta. Dua tahun petama waktu tinggal di Yogyakarta itu benar-benar masa pencarian, terutama buat aku yang merupakan anak kota. Saya sering merasa tidak bisa menghidupi diri. Di situ momen-momen saya ngerasa kayaknya ada yang salah nih di hidupku,” kata perempuan yang lahir dan tumbuh besar di Jakarta itu, kepada Media Indonesia,
pekan lalu.

Setiap sore, aku Asri, dia sering melihat mbah-mbah petani pulang dari sawah. Di situ dia kagum dengan perjuangan hidup para petani tua tersebut. “Mereka yang sangat terampil menghidupi dirinya sendiri, meski tidak mengenyam pendidikan tinggi. Akhirnya, saya putuskan untuk belajar bercocok tanam dengan beliau-beliau ini, kemudian lahirlah Agradaya pada 2013 itu,” sambung Asri.

Tak hanya menjadi sebuah unit usaha yang berorientasi profit, Agradaya juga mengemban misi sosial dan ekologi yang Asri sebut sebagai Collaboration for Sustainable Agriculture. 

Melalui Agradaya, Asri ingin para petani yang menjadi mitranya dapat lebih sejahtera dari permainan harga yang dikendalikan tengkulak. Selain itu, ia juga ingin berbagi ilmu tentang pengolahan pascaproduksi produkproduk pertanian yang ramah lingkungan, khususnya ialah empon-empon.

“Kenapa kita bikin Agradaya, karena sebenarnya kita punya keresahan tentang banyak banget bahan alami di Indonesia itu yang tidak ter-explore secara maksimal, salah satunya ialah empon-empon (temulawak, jahe, dan sejenisnya) ini,” tegas perempuan yang kini sedang menikmati perannya sebagai ibu ini.

Perempuan kelahiran Jakarta 19 Maret 1988 ini menceritakan kisah miris yang pernah ia alami mengenai persinggungannya dengan usaha pengolahan produk empon-empon yang akhirnya ia geluti ini. Saat itu, kata Asri, harga empon-empon sangat rendah. Contohnya, temulawak yang cuma sekitar Rp800 per kilogram, sedangkan jahe itu paling tinggi sekitar Rp5.000 per kilogram. 

Hal itu membuat petani ogah-ogahan menanam karena enggak sebanding dengan kelelahan. “Makanya kami membuat sistem supaya empon-empon itu diolah di tempat. Jadi, margin yang diperoleh petani bisa lebih tinggi,” jelas Asri.

Kini, melalui Agradaya ia berkomitmen memberdayakan para petani empon-empon ini agar tingkat kesejahteraan hidup mereka meningkat. Mereka menyediakan unit pengolahan langsung yang ramah lingkungan di desa sehingga komoditas yang keluar dari desa setidaknya telah sesuai standar sehingga bisa langsung dijual ke konsumen akhir. 

“Jadi enggak melalui rantai bisnis yang panjang gitu,” lanjut Asri.

Untuk menjalankan Agradaya, Asri memilih bekerja sama dengan perempuan petani yang merupakan tulang punggung dalam perekonomian desa. Sebelum menyuplai empon-empon untuk Berawal dari keprihatinan melihat kemiskinan di desa, perempuan ini tergerak memberdayakan masyarakat melalui kewirausahaan sosial berbasis pertanian.

Agradaya, para ibu mitra tani ini akan mendapatkan pelatihan serta pengolahan pasca-panen yang ramah lingkungan dari pihak Agradaya.

“Kita juga ada pendampingan pertaniannya. Jadi, sebelum ibuibu petani ini mulai menyuplai kebutuhan empon-empon untuk Agradaya, mereka kita latih dulu untuk cara budi daya emponempon-nya karena komoditas ini tidak bisa ditanam sembarangan, apalagi memakai pupuk kimia ya, semuanya harus organik,” lanjutnya.

Hingga saat ini ada sekitar 150 perempuan petani dari Dusun Pringtali, Jatimulyo, Kulon Progo, yang menjadi mitra dari Agradaya, dan 300 petani dari Trenggalek yang siap menyuplai kebutuhan empon-empon Agradaya setiap bulannya.


Ramah lingkungan

Sebagai salah satu upaya untuk efisiensi produksi melalui penerapan teknologi ramah lingkungan, Asri memperkenalkan sistem solar dryer, semacam rumah kaca berukuran 2x3 meter yang difungsikan untuk mengeringkan empon-empon yang telah dicacah petani.

“Aku ngerasa teknologi pascapanen di Indonesia itu kurang banget ya, kalaupun hasil panen empon-empon itu harus mereka simpan, biasanya cuma dijlentrehke dulu biar kering gitu, dan menurutku cara ini kurang efektif dan kurang higienis ya, makanya kami kenalkan teknologi solar dryer ini kepada mereka,” ungkap

perempuan mantan relawan pendidikan ini. Menurut pengakuan Asri, awalnya para petani mitra Agradaya menolak menggunakan solar dryer ini karena mereka menganggap jika teknologi ini terlalu rumit dan akan menghabiskan banyak listrik. 

Padahal, kata Asri, alat itu hanya membutuhkan listrik 5 watt. “Itu pun hanya untuk menghidupkan blower agar udara panas tetap terjaga. Tapi akhirnya mereka mau sih, setelah lihat contoh bangunan solar dryer di rumah saya,” papar Asri yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas Teknologi Malaysia tersebut.

Setelah empon-empon dikeringkan, pihak Agradaya biasanya akan mengambilnya dari petani untuk diproses lebih lanjut menjadi produk akhir yang siap dipasarkan. Di Area produksi utama ini, seluruh fasilitas telah sesuai standar Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) karena Asri ingin menyajikan kualitas produk yang terjamin. (M-4)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya