Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Setiap Tahun, Aktivitas Gempa Bumi Meningkat 11 Ribu Kali

Atikah Ishmah Winahyu
20/7/2020 14:18
Setiap Tahun, Aktivitas Gempa Bumi Meningkat 11 Ribu Kali
Pekerja mengumpulkan puing bangunan yang rusak berat gempa bumi di Palu, Sulawesi Tengah.(Antara/Basri Marzuki)

BADAN Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan frekuensi kejadian gempa bumi semakin meningkat setiap tahun.

Sebelum 2016, rata-rata kejadian gempa bumi mencapai 4-5 ribu kali. Kemudian, meningkat menjadi 7 ribu kali setahun.

Namun, sejak 2018 hingga saat ini, aktivitas gempa bumi meningkat lebih dari 11 ribu kali setiap tahun. BMKG belum mengetahui penyebab dari meningkatnya aktivitas kegempaan.

“Untuk menganalisis ini perlu kajian mendalam. Apakah ini tren pengulangan atau memang ada peningkatan. Sehingga perlu dievaluasi dengan dukungan data,” ujar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam keterangan resmi, Senin (20/7).

Baca juga: BMKG Sebut Gempa di Sukabumi Terkuat Selama 19 Tahun Terakhir

Menurutnya, peningkatan aktivitas tektonik ini kemungkinan dipengaruhi perubahan iklim. Namun, BMKG hanya memiliki data kejadian kegempaan sampai 200 tahun silam. Sedangkan, catatan soal kejadian pada periode sebelumnya tergolong nihil.

“Keterbatasan selama ini memang kita tidak cukup memiliki data histori gempa. Hanya mulai tahun 1800-an, atau sekitaran 200 tahun yang lalu,” imbuh Dwikorita.

BMKH sudah melaporkan peningkatan aktivitas kejadian gempa di Tanah Air kepada Presiden Joko Widodo. Salah satu langkah yang dilakukan BMKG ialah meminimalkan risiko bencana akibat gempa bumi dan bencana tsunami.

Namun, lanjut dia, alat deteksi tsunami yang dimiliki saat ini sudah tidak layak pakai. Sebab, sudah melampaui batas maksimal kemampuan kerja alat, yakni 10 tahun.

Baca juga: BMKG: Rentetan Gempa Hari Ini Tidak Saling Terkait

Tidak hanya alat yang uzur, kemampuan alat deteksi tsunami juga tidak sesuai dengan kebutuhan BMKG. Sebab, alat yang ada hanya mendeteksi gempa akibat aktivitas tektonik. Abaila terjadi aktivitas vulkanik, seperti kejadian longsor di bawah laut, justru tidak terdeteksi.

“Teknologi yang ada sampai hari ini didesain berdasarkan bencana tsunami di Aceh, yang diakibatkan kejadian gempa tektonik. Namun untuk kejadian gempa non-tektonik, sistem itu tidak dirancang,” pungkas Dwikorita.

Pihaknya tengah bekerja sama dengan BPPT, ITB dan lembaga lainnya, untuk mengembangkan peralatan Earthquake Early Warning System. Rencananya, sensor alat deteksi gempa akan dipasang di jalur megatrust.(OL-11)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik