Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
KEPALA Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan) Thomas Djamaluddin mengatakan, fenomena gerhana matahari total tidak berbahaya. Namun, masyarakat perlu berhati-hati.
"Perlu diluruskan, jangan sampai kejadian 11 Juni 1983 terulang. Ketika gerhana matahari total masyarakat cenderung ditakuti gerhana matahari itu berbahaya, jadi mereka hanya berada di rumah saja," tutur pria yang akrab disapa Djamal itu, Senin (7/3)
Pria lulusan S1 Astronomi ITB ini menuturkan, pada zaman modern sepeti saat ini, peristiwa GMT harus disikapi sebagai fenomena siklus alami pergerakan bulan dan matahari.
Menurutnya, cahaya matahari tanpa gerhana bisa berbahanya bila memandang terlalu lama lantaran bisa merusak retina mata.
"Tidak ada radiasi yang dipancarkan oleh matahari saat gerhana dengan matahari saat dilihat sehari hari. Kita melihat matahari, bahaya utamanya dari cahaya yang sangat menyilaukan itu," kata pakar astronomi ini.
Meski tidak berbahaya, kata Djamal, menyaksikan fenomena alam ini perlu berhati-hati.
"Jika secara langsung (tanpa kaca mata) mungkin hanya bisa satu atau dua detik. Itu pun cahanyanya sangat kuat sekali, mata cenderung akan menutup secara alami. Jangan dipaksakan," ucapnya.
Ia mengimbau, agar masyarakat menggunakan lapisan yang dapat meredupkan cahaya matahari. Hal tersebut guna menikmati GMT secara aman.
"Kita bisa gunakan alat peredup cahanya untuk melihat cahanya lebih aman dan nyaman. Yang biasa digunakan adalah kacamata gerhana matahari yang bisa meredupkan cahaya sampai 100 ribu kali sehingga kita bisa melihat matahari yang semula menyilaukan, nampak seperti lampu yang nyaman untuk dilihat," paparnya. (MTVN/OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved