Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Baterai Bersumber Nuklir ala UGM

Ardi Teristi Hardi
22/11/2019 21:06
Baterai Bersumber Nuklir ala UGM
Baterai nuklir(MI/Ardi Teristi Hardi)

TIM peneliti Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM membuat prototip baterai nuklir yang dapat digunakan untuk peralatan elektronik.

Asisten peneliti, Elly Ismail menjelaskan, penelitian itu mulai dirancang sejak 2016 setahun kemudian baru dimulai. Idenya sederhana, yaitu mencari sumber energi dalam jumlah kecil, tetapi tahan lama.

Pilihannya adalah nuklir, energi yang diambil dari radiasi tersebut bisa tahan lama hingga 40 tahun.

Bahan utama dari energi tersebut adalah PU 238. Bahan yang dihasilkan dari limbah reaktor thorium tersebut belum ada di Indonesia. Untuk penelitian tersebut, lanjut dia, bahannya diimpor dari Rusia.

Menurutnya, baterai nuklir ini dikonversi secara tidak langsung. Keluarannya kecil, maka digabung dengan sel surya supaya semakin besar output-nya.

''Kalau baterai litium setahun dua tahun sudah habis, kalau baterai nuklir bisa sampai 40 tahun,'' tambahnya, Jumat (22/11).

Selain menggunakan plutonium, baterai ini juga dilengkapi dengan sel surya untuk memperbesar listrik yang dihasilkan. Aktivitas baterai tersebut mencapai 100 merkuri.

Dengan penelitian lebih lanjut, baterai ini dapat dikembangkan untuk menghasilkan output yang lebih besar dan memiliki ukuran yang lebih kecil, karena baterai berukuran mikro menurutnya dapat dimanfaatkan secara lebih luas, misalnya untuk daya sensor di perbatasan sehingga tidak perlu sering mengganti baterai.

Ketua tim peneliti Yudi Utomo Imardjoko menjelaskan, penelitian baterai dilakukan oleh empat dosen serta enam asisten peneliti. ''Ini awalnya dulu didanai oleh Dahlan Iskan (waktu menjadi Meneg BUMN)," papar Yudi.

Dahlan Iskan ingin agar dari teknologi nuklir Indonesia ada sesuatu yang bisa di-create, tidak hanya teoritis. Setelah itu, pendanaan penelitian dilanjutkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan.

"Ini bukti kami sudah melakukan sesuatu yang ada hasilnya, walaupun masih kecil itu tinggal scale-up saja,'' terangnya.

Ia menyebut, walaupun sudah selesai, baterai tersebut belum sempurna dan masih memerlukan pengembangan lebih jauh. Pasalnya, dayanya dan efisiensinya masih kecil, walaupun cukup tinggi jika dibandingkan dengan tempat lain.

Kendala yang dihadapi dalam penelitian ini adalah memperoleh plutonium 238 yang diimpor dari Rusia. Harga per keping hanya 12 dolar, tapi begitu sampai sini harganya itu 8.600 dolar per keping.

Dekan Fakultas Teknik, Nizam mengungkapkan, pihak fakultas mendorong para peneliti untuk dapat menghilirkan hasil-hasil riset agar tidak sekadar menjadi makalah, namun sungguh-sungguh menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat luas. (OL-11)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Baharman
Berita Lainnya