Ini Momen Saat Penunjukan Terawan Sebagai Menkes

Indriyani Astuti
23/10/2019 23:12
Ini Momen Saat Penunjukan Terawan Sebagai Menkes
menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto(MI/ramdanni)

PRESIDEN Joko Widodo menunjuk Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Mayjen TNI Terawan Agus Putranto sebagai Menteri Kesehatan di Kabinet Indonesia Maju.

Penunjukan itu kata Terawan diterimanya saat ia sedang makan bersama keluarganya, Selasa (22/10 sore dan kemudian mendapatkan telepon untuk datang ke Istana Kepresidenan menggunakan pakian putih-hitam.

Sebagai dokter kepresidenan, Terawan memang biasa bolak-balik ke istana kepresidenan dalam keadaan mendadak. Namun,dalam panggilan kali ini, Terawan justru ditanya kesiapannya untuk menjadi Menteri Kesehatan.

“Saya tentara. Saya diperintah apapun siap,” tuturnya.

Saat Presiden menanyakan padanya mengenai isu kesehatan, Terawan menjawab akan belajar. Menurutnya yang paling penting ialah mengetahui jelas visi dan misi presiden dalam isu kesehatan.

Baca juga : Teknologi Digital Dukung Layanan Kesehatan

“Saya akan pelajari isu-isu kesehatan. Yang penting saya tahu visi dan misi Bapak Presiden,” tambahnya.

Menurutnya ada lima hal yang dipesankan presiden kepadanya, yaitu pengendalian stunting atau balita tengkes (pendek karena kurang gizi kronis), pengelolaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, mengendalikan mahalnya harga obat-obatan, penggunaan alat kesehatan produk dalam negeri di rumah sakit, serta membenahi peraturan–peraturan yang tumpang tindih.

Karena itu, lanjutnya, pada awal masa kerjanya sebagai Menkes, Terawan mengagendakan untuk segera bertemu dengan BPJS Kesehatan dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk berkoordinasi terkait program kesehatan pemerintah.

Pertemuan itu juga sekaligus untuk mengklarifikasi soal kabar yang menyebut dirinya pernah dipanggil Komite Etik IDI mengenai dugaan pelanggaran kode etik.

Majelis Komite Etik Kedokteran (MKEK) IDI ketika itu merekomendasikan Terawan dikenakan sanksi etik tidak berpraktik selama kurun waktu tertentu.

Dugaan penjatuhan sanksi etik dikarenakan metode Digital Subtraction Angiography (DSA) atau dikenal masyarakat awam cuci otak untuk penanganan stroke.

Untuk mengakhiri polemik itu, Kementerian Kesehatan telah meminta Tim Health Technology Assessment (HTA) untuk melakukan uji klinis terhadap metode tersebut. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya