Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pakar Sebut Pelaku Crossdressing Punya Banyak Motif

Antara
15/10/2019 14:43
Pakar Sebut Pelaku Crossdressing Punya Banyak Motif
Psikolog seksual Zoya Amirin (kiri)(MI/Rommy Pujianto)

PSIKOLOG seksual Zoya Amirin mengatakan para pelaku crossdressing memiliki banyak motof di balik perilaku individu yang gemar berpenampilan layaknya lawan jenis. Sehingga, belum tentu mengalami penyimpangan seksual.

"Crossdressing belum tentu sungguh-sungguh transvetisme karena motif atau tujuan akhirnya kita tidak pernah tahu. Crossdressing itu lebih ke penyaluran ekspresi dan memang ada komunitasnya. Beberapa sudah coming out dan beberapa ada yang memang didukung pasangannya, misal ke kondangan ya sama-sama pakai kebaya itu ada," kata Zoya di Jakarta, Selasa (15/10).

Penyimpangan perilaku seksual atau dalam istilah medis disebut paraphilia salah satunya adalah transvetisme, yakni orang yang mendapat kepuasan dari berbusana atau berpenampilan seperti lawan jenis kelaminnya Kendati demikian, perilaku crossdressing bisa jadi menyimpang jika pada akhirnya mendapatkan kepuasan tanpa hubungan seks dengan manusia.

"Penyebabnya hampir sama seperti semua paraphilia yakni trauma pada masa lalu. Bisa saja dikasarin sama lawan jenisnya. Jadi, dia merasa lebih nyaman dengan seksualitas lawan jenis dia," tutur Zoya.

Baca juga: Lindungi Korban Kekerasan Seksual, RUU PKS Urgen Disahkan

Agar perilaku menyimpang tidak terjadi, menurut Zoya, sebaiknya para orangtua mengajarkan pendidikan seksual sejak dini sehingga anak akan nyaman dengan seksualitas dia.

"Organ intim harus disebut sesuai namanya, bukan disebut dengan sebutan yang aneh-aneh misal penis jadi burung atau payudara jadi tete," ungkapnya.

Zoya menambahkan pendidikan seksual sejak dini itu bertujuan agar anak tidak menganggap seksualitas sebagai sesuatu yang aneh, menakutkan, atau bahkan tabu sehingga mesti ditutup-tutupi dengan penyebutan lain.

"Ketika anak tidak menganggap seksualitas sebagai hal yang aneh, dia akan nyaman dengan seksualitas dia dan tidak akan bereksperimen sendiri dengan seksualitasnya," pungkasnya.(OL-5)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya