Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
PUNCAK kemarau panjang di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, selalu memunculkan pemandangan unik pada Waduk Gajah Mungkur, waduk raksasa yang dibangun dengan menenggelamkan ratusan desa di tujuh kecamatan itu. Sejak awal September, kala air surut, sisa-sisa bangunan di bekas ratusan desa itu pun bermunculan.
Sisa-sisa permukiman, sumur, permakaman dengan puluhan batu nisan, jalan, hingga beton bekas penopang rel kereta api yang pernah ada di lokasi terlihat jelas. Membawa kenangan pada pemandangan ketika desa-desa belum ditenggelamkan sebelum tahun 1982.
Berdasarkan pandangan mata, saat air waduk seluas 88 ribu hektare tinggal sedikit, kemarin, puluhan batu nisan antara lain terlihat di eks Desa Keteng, Kecamatan Wuryantoro. Selain itu, juga tampak jalan membentang di pinggir waduk. Padahal, saat volume air waduk maksimal, jalan itu tenggelam.
Munculnya kembali bekas perdesaan lengkap dengan infrastrukturnya dimanfaatkan oleh para pengendara sepeda motor dan mobil untuk melintas. Sebagian dasar waduk lainnya yang masih basah dimanfaatkan oleh warga untuk menanam padi sehingga di sepanjang bibir waduk terlihat hamparan tanaman padi menghijau.
Data yang diperoleh dari Kantor Perum Jasa Tirta I menyebutkan, meski air waduk surut, kondisinya masih aman untuk mengairi pertanian di wilayah hilir Bengawan Solo, khususnya petani yang memanfaatkan Dam Colo dengan air bersumber dari Gajah Mungkur.
"Kondisinya (volume air) masih cukup aman dan jauh dari ambang batas bawah. Waduk gajah mungkur masih berfungsi untuk irigasi, air baku, dan juga menghidupkan turbin PLTA," kata salah satu pejabat Perum Jasa Tirta I, yang mengelola waduk tersebut. (WJ/N-1)
Di musim kemarun ini, BPBD mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan tidak membuka kebun dengan cara membakar hutan dan lahan.
SEBANYAK 10,25 hektare lahan pertanian di Tanah Datar terdampak kekeringan, dan 5,25 hektare di antaranya sudah dinyatakan puso atau gagal panen.
Dwikorita juga menegaskan pentingnya kesiapsiagaan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan masyarakat, untuk merespons dinamika iklim yang semakin tidak menentu.
Fenomena kemarau basah saat ini terjadi di beberapa daerah Indonesia. Berbeda dengan kemarau biasa yang kering dengan sedikit hujan, kemarau basah justru ditandai dengan hujan yang turun
Sebagai bentuk respons, BPBD Kabupaten Demak bersama sejumlah pihak melakukan penanganan darurat, termasuk penutupan tanggul, pompanisasi di titik kritis.
Usulan ini didasarkan pada data BMKG yang memprediksi puncak musim kemarau akan berlangsung pada Juli-Agustus mendatang
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved