Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Pemindahan Ibu Kota Disebut Untungkan Pemilik Usaha Tambang

Insi Nantika Jelita
26/8/2019 20:25
Pemindahan Ibu Kota Disebut Untungkan Pemilik Usaha Tambang
Foto pemandangan alur Sungai Mahakam di Kalimantan Timur(Antara/Wahyu Putro A)

KOORDINATOR Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah menilai keputusan Presiden Joko Widodo untuk memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur dinilai terburu-buru.

Ia menyayangkan keputusan pemindahan tersebut tidak dilakukan melalui jajak pendapat kepada warga.

"Mengapa tidak ditanyakan dulu kepada warga. Hak warga untuk menyampaikan pendapat jelas tidak diberi ruang,” ujar Merah dalam keterangan resminya, Jakarta, Senin (26/8).

Kemudian, JATAM memperkirakan pemindahan tersebut hanya akan menguntungkan oligarki pemilik konsesi pertambangan batu bara dan penguasa lahan skala besar di Kalimantan Timur.

Menurut data JATAM Kaltim terdapat 1.190 IUP (Izin Usaha Pertambangan) di Kalimantan Timur dan 625 izin di Kabupaten Kutai Kartanegara. Hanya di Kecamatan Samboja saja terdapat 90 Izin pertambangan. Lalu di Bukit Soeharto pun terdapat 44 Izin tambang.

PT Singlurus Pratama yang merupakan perusahaan pertambangan yang konsesinya paling besar di sekitar Samboja juga akan sangat diuntungkan.

Baca juga : Syarat Formal Pemindahan Ibu Kota Harus Segera Dipenuhi

“Sementara di Kabupaten Penajam Paser Utara terutama di Kecamatan Sepaku rencana ini akan menguntungkan Hashim Djojohadikusumo (Adik Prabowo Subianto), karena lahan di sana dikuasai oleh PT ITCI Hutani Manunggal IKU dan ITCI Kartika Utama (HPH). Pemindahan ibu kota ini tidak lebih dari ‘kompensasi politik’,” ujar Pradarma Rupang, Dinamisator JATAM Kaltim

Pemindahan ibu kota juga dinilai akan merampas ruang hidup masyarakat pesisir yang memiliki ketergantungan terhadap sumber daya kelautan dan perikanan di Teluk Balikpapan.

Pusat Data dan Informasi Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara) pada 2019 mencatat, setidaknya lebih dari 10 ribu nelayan yang setiap hari mengakses dan menangkap ikan di Teluk Balikpapan.

Jumlah ini terdiri dari 6.426 nelayan dari Kabupaten Kutai Kartanegara, 2.984 nelayan dari Penajam Paser Utara, dan 1.253 nelayan dari Balikpapan.

"Ancaman sekarang ini selain telah menjadi jalur lalu lintas kapal-kapal tongkang batu bara, Teluk Balikpapan akan dijadikan satu-satunya jalur logistik untuk kebutuhan pembangunan ibu kota baru," tegas Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Kiara.

Susan menambahkan, Kalimantan Timur belum memiliki perda zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Pengesahan Perda selanjutnya, akan menyesuaikan dengan kepentingan pembangunan ibu kota baru.

Baca juga : Seharusnya UU Dituntaskan Sebelum Pemindahan Ibu Kota Diumumkan

"Perda zonasi Kalimantan Timur tidak akan mempertimbangkan kepentingan masyarakat pesisir, khususnya di sekitar Teluk Balikpapan. Melainkan untuk pembangunan ibu kota baru dan kepentingan industri batu bara," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Departemen Advokasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Zenzi Suhadi menyebut di Kalimantan Timur kondisinya justru memprihatinkan. Seluruh wilayah provinsi sudah tersandera konsesi pertambangan, perkebunan sawit dan izin kehutanan.

Sisanya adalah hutan lindung. Ini juga yang akan ditargetkan untuk ibu kota.

Menurut catatan Jatam terdapat 13,83 juta hektar izin dan 5,2 juta diantaranya adalah izin pertambangan, jika ditambahkan dengan luasan izin lainnya maka izinnya lebih besar dari daratan Kalimantan Timur itu sendiri.

“Beban lingkungan yang ditanggung Kalimantan Timur itu justru sama besarnya dengan yang ditanggung Jakarta. Lubang-lubang tambang yang terus membunuh masyarakat, dan tidak adanya penegakan hukum bagi pemilik eks konsesi, ini yang harus dibenahi terlebih dahulu," tandas Zenzi. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya