Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
PENERIMAAN peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2019/2020 dengan sistem zonasi yang telah usai ternyata masih menyisakan masalah. Banyak orangtua siswa kini dihadapkan dengan adanya pungutan liar melalui pengadaan seragam sekolah, buku penunjang dan LKS, serta keharusan mengikutkan anak les di sekolah.
Aduan dan keluhan para orangtua siswa itu menjadi perbincangan di media sosial. Mereka mengeluhkan modus pungutan melalui pembelian buku dan seragam yang diwajibkan pihak sekolah dinilai berlebihan karena harganya yang terlalu mahal.
"Bayangkan tiga setel seragam, yakni pramuka, olahraga, baju lengan panjang, seharga Rp900 ribu," ujar seorang ibu yang anaknya bersekolah di SMP Negeri 9 Depok, Jawa Barat, kemarin.
Anehnya, pihak sekolah juga mewajibkan orangtua siswa menyiapkan fotokopi KTP yang disertakan pada surat permohonan seragam.
"Ini akal-akalan pihak sekolah agar seolah-olah harga tersebut merupakan harga kesepakatan," ujarnya lagi.
Saat ada salah satu orangtua menanyakan harga ketiga setel seragam, guru tidak menjawabnya dan meminta menanyakan ke koperasi. Oleh pihak koperasi, harga Rp900 ribu tersebut disampaikan secara lisan dengan tidak memerinci harga per satuan.
Keluhan juga disampaikan orangtua siswa yang anaknya diterima di SMA Negeri 7 Tangerang Selatan. Pihak sekolah mewajibkan membeli buku penunjang yang dipaketkan dengan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) seharga Rp1,8 juta.
"Saat daftar ulang kita diminta membayar buku tersebut. Tidak disebutkan jumlah bukunya. Dipukul rata antara siswa yang masuk IPA dan IPS," ujar salah satu orangtua siswa SMAN 7 Tangsel.
Pihak sekolah juga mewajibkan siswa membeli seragam berupa baju batik, satu setel pakaian olahraga, seragam pramuka, dan baju koko, serta badge, topi, dan ikat pinggang yang total harganya Rp950 ribu. "Anehnya tidak diberi seragam putih abu-abu. Terpaksa kita beli sendiri di luar," imbuhnya.
Modus lain dari pungutan tidak resmi juga disampaikan seorang ibu yang anaknya baru satu bulan belajar di salah satu SD negeri di Kota Bogor, Jawa Barat. Guru kelas mengadakan les dengan alasan untuk pengayaan siswa baru.
Memang diakui tidak dipatok harus bayar nominal berapa. Namun anehnya, duit (les) itu harus dimasukkan ke amplop dan dibubuhi nama serta diberikan langsung ke guru yang bersangkutan. Jadi, tidak dikoordinasi bendahara sekolah. Seharusnya, imbuh dia, kelas 1 SD itu memang transisi, sudah tugas guru membimbing di jam kelas.
Dilarang
Dalam menanggapi keluhan orangtua siswa, anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu menegaskan pungutan berbungkus pembelian seragam sekolah dan buku serta lainnya sudah dilarang. Itu eksplisit tertuang di Permendikbud No 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru.
Di Pasal 33 disebutkan sekolah dilarang melakukan pungutan untuk membeli seragam atau buku tertentu yang dikaitkan dengan PPDB. Karena itu, Ninik mengingatkan pihak dinas pendidikan terus memantau sekolah agar mematuhi aturan. (Dhk/H-1)
Dengan peningkatan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat terus meningkatkan angka partisipasi sekolah.
Usaha pencegahan anak putus sekolah semestinya dilakukan dengan memperhatikan sejumlah aturan yang ada dan memperhatikan efektivitas pada kondisi belajar anak dan kondisi kerja guru.
GUBERNUR Jawa Barat (Jabar) Dedy Mulyadi mengeluarkan keputusan yakni memperbolehkan jumlah siswa dalam satu kelas mencapai hingga 50 siswa. Itu menuai respons dari kepala sekolah
Dari 224.925 calon siswa baru yang lolos SPMB tahun 2025 sebanyak 221.319 calon siswa melakukan daftar ulang.
Bertepatan dengan hari jadi, Bonvie meluncurkan program sosial bertajuk “Tumbuh Bersama Bonvie”.
Visi dan misi yang jelas dari SMA Labschool Kebayoran ini, tambahnya semakin kuat dan jelas dengan didukung kepemimpinan yang efektif dalam mencapai keberhasilan sekolah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved