Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Menghapus Kebencian Dengan Pendekatan Keluarga

Siswantini Suryandari
31/7/2019 11:27
Menghapus Kebencian Dengan Pendekatan Keluarga
Aonillah saat memberikan bingkisan kepada para santri di Ponpes Ar Rahmah Srandakan Bantul, DIY.(Istimewa )

TIDAK tampak kemegahan ketika memasuki Pondok Pesantren Ar Rahmah yang berlokasi di Kedung Bule RT 13, Dukuh 2 Gerso Trimurti, Srandakan Bantul. Hanya ada sekolah bercat hijau yang merupakan bangunan baru dengan bau cat yang masih kentara. Kemudian di antara sekolah, di sebelah kiri dan kanan adalah pondokan untuk para santri.
Meski ponpes yang berdiri sejak tahun 2000 ini, selalu dikunjungi calon presiden dan wapres saat musim kampanye Pilpres.

"Ya kami senang didatangi para calon pemimpin. Artinya ponpes ini memang sudah dikenal luas," kata Aonillah pengurus Ponpes AR Rahmah kepada Media Indonesia, Rabu (31/7) melalui sambungan telepon.

Ponpes Ar Rahman, menurut Aonillah adalah warisan dari KH Abdul Rozak Fakhruddin atau dikenal dengan nama Pak AR, Ketua Umum Muhammadiyah yang menjabat dari 1968-1990 yang cukup terkenal itu. Ponpes tersebut kemudian diteruskan oleh putranya.

"Awalnya ponpes ini sebuah madrasah tsanawiyah tapi kemudian mandeg. Saya kemudian menjadi pengurusnya. Lalu dibangun pondok pesantren ini. Nama Ar Rahmah ini mengambil nama bu Rahmah, pengurus sebelumnya yang merupakan adik Pak AR," lanjutnya.

Pada 1997, Yayasan Bani Fakhrudin memikirkan konsep pondok pesantren dengan menampung para santri dari wilayah Indonesia Timur, terutama di daerah konflik.

"Awalnya cuma 18 anak terutama korban kerusuhan di Ambon. Kami didik di sini dengan pemahaman agama yang lurus, kami juga mendidik mereka supaya menjadi anak-anak yang menjunjung tinggi toleransi dan menyayangi teman-temannya. Sebab ketika mereka datang ke Yogyakarta untuk pertama kalinya, mereka masih memiliki sikap permusuhan dan dendam untuk membalas rasa sakit mereka, yang ada Di otak mereka hanyalah keinginan untuk mencelakakan temannya. Ini sangat memprihatinkan sekali," ungkapnya.

Dengan pendekatan agama dan mendidik anak dengan pendekatan kekeluargaan, anak-anak mulai berubah.

"Mereka mulai menyadari bahwa persaudaraan itu penting sekali. Tadinya mereka bermain bersama, karena pernah terjadi kerusuhan mereka menjadi saling bermusuhan. Ini harus diatasi jangan sampai mengawetkan permusuhan, tapi mengawetkan pertemanan, dan persaudaraan."

Diakuinya bahwa pada saat Aonillah dibantu istrinya mengurus 18 anak dari daerah konflik di Ambon tidaklah mudah. Terkadang keluarga atau kerabatnya meminta mereka pulang dan melanjutkan misi untuk membalas dendam. Tapi dengan disiplin yang keras di ponpes, anak-anak tersebut mulai berani menolak untuk melakukan tindakan-tindakan yang melawan hukum. Terlebih melakukan kerusuhan seperti saat pecah konflik di Ambon.

Dari 18 santri, pada tahun-tahun berikutnya terus bertambah yang belajar nyantri di Ponpes Ar-Rahmah ini. Pada saat itu ponpes belum memiliki sekolah sendiri. Para santri menempuh pendidikan formal di sekolah umum yang tidak jauh dari ponpes. Kemudian barulah pada 2011, dibangun SMK Ar Rahmah yang khusus untuk pendidikan Teknik Komputer Jaringan.

"Baik sekolah maupun tinggal di pemondokan gratis. Kami biayai semua keperluan sekolah mereka," tambah Euis Nurtrisnawati, istri Aonillah yang juga ikut mengurus ponpes.

Dengan adanya SMK tersebut, anak-anak yang mondok tidak perlu jauh-jauh bersekolah di sekolah formal. Program ini mendapat penghargaan saat Anies Baswedan menjadi Menteri Pendidikan.  

"Jadi ini terintegrasi antara ponpes dengan sekolah. Saat ini ada 80 siswa/siswi yang bersekolah di sini," jelas Euis.

Dan sudah ada 15 anak mendapat beasiswa untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Keuletan Aonillah dan istrinya dalam mencari beasiswa, membuat anak-anak terbantu. Apalagi mayoritas anak-anak berasal dari keluarga tidak mampu.

"Bahkan dari NTT, kebanyakan anak-anak TKI ilegal. Jadi kami ingin memutus mata rantai kemiskinan ini, dengan memberikan pendidikan yang terbaik. Saat mereka menjadi sarjana, akan membangun daerahnya dan mengubah nasib keluarganya."

Dekatnya anak-anak dengan pengurus yayasan, hingga urusan melamar jodoh pun dipasrahkan kepada Aonillah dan Euis.

baca juga: Atezolizumab Obat Imunoterapi Kanker Pertama di Indonesia

"Ada yang minta dilamarkan, ya kami datang sampai ke Batam karena calon istrinya tinggal di Batam. Keluarga memasrahkan kepada kami melamarkan anak-anak, karena umumnya orangtua tidak bisa hadir karena bekerja di luar negeri," terang Aonillah.

Bapak berputra tiga orang ini menambahkan para santrinya selain diterima di PT dalam negeri, juga ada yang diterima di Universitas Madinah. (OL-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya